Unukhanya perlu memanjat sedikit saja gunung tinggi untuk menyelamatkan diri sedangkan putera Nabi Nuh as sediri yang bernama kan'an pun tenggelam ditelan banjir walaupun berada di puncak gunung! Sungguh besar sekali badan Si Unuk ini. Ketika banjir sedang berlaku, hanya puncak gunung Ararat di Turki saja yang tampak dari permukaan air bah.
Berbicara masalah kebenaran, saya jadi teringat dengan firman Allah di dalam 2Al Baqarah 147 yang berbunyi “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. Dari ayat ini kita semua bisa memahami bahwa setiap kebenaran itu haruslah merujuk kepada apa yang telah Allah firmankan kepada setiap manusia. Sehingga jika ada suatu konsep kebenaran lain yang di ciptakan/dirumuskan oleh seseorang ataupun sekelompok orang diluar daripada ketetapan Allah, maka sesungguhnya konsep tersebut akan tertolak, sebagus apapun konsep tersebut. Sebuah konsep kebenaran yang tidak bersumber dari ketetapan Allah wahyu, maka tidak lain itu adalah merupakan hasil dari buah pikiran akal manusia yang merujuk kepada hawa nafsu serta ro’yunya sendiri. Dan bukankah sifat manusia itu cenderung kepada kezaliman dan cenderung menuruti kehendak hawa nafsunya yang tak terkendali? Andaikata ada seseorang atau sekelompok orang membuat sebuah konsep kebenaran benar menurut kehendak mereka, dan mereka pun ikut bergabung, atau bahkan turut menguatkan serta melestarikannya, maka pada hakikatnya mereka telah melanggar dan menentang firman Allah. Karena pada ayat yang telah tersebut diatas, Allah juga mengingatkan agar setiap manusia sekali-kali tidak ragu akan kebenaran yang bersumber dari Allah. Maka sudah tentu, mereka orang-orang yang membuat konsep kebenaran menurut kehendaknya sendiri termasuk orang-orang yang ragu, sehingga merasa enggan atau bahkan bersikap arogan terhadap kebenaran yang telah ditetapkan Allah. Padahal sudah jelas firman-firman Allah tidak ada keraguan sedikitpun dan merupakan petunjuk paling utama bagi orang-orang yang bertakwa Lihat 2Al Baqarah 2. Oleh karena itu, mulailah dari sekarang akhi dan ukhti berintrospeksi, sejauh manakah rasa tunduk-patuh akhi dan ukhti semua terhadap kebenaran yang bersumber dari Allah wahyu? Apakah anta dan anti termasuk kepada orang-orang yang ragu, arogan, atau malah antipati terhadap hal ini? Na’udzubillah… Saya yakin bahwa akhi dan ukhti sekalian bukan seperti yang tersebut di atas, dan senantiasa ingin berada didalam sebuah kereta yang didalamnya berisi akan nilai-nilai kebenaran hakiki, yang memiliki seorang masinis yang membawa akhi dan ukhti semua kepada tempat yang dituju sesuai dengan harapan dan keinginan, sehingga selamat, aman dan tak kurang suatu apapun. Islam Din yang Universal Maka Jalani Secara Kaffah Keseluruhan Mengingat dunia ini diciptakan oleh Allah beserta pasangannya, kalu tidak putih ya hitam, kalau tidak terang ya gelap, kalau tidak siang ya malam, kalau tidak surga ya neraka, begitupun kalau tidak benar ya pasti salah. Dan di dalam menjalani kehidupan ini, Allah memberikan dua jalan kepada manusia, yaitu jalan menuju kepada ridho-Nya surga dan jalan menuju kepada kemurkaan-Nya neraka. Dan saya yakin, setiap orang pasti rindu untuk mendapatkan surga-Nya. Dan dalam hal ini kuncinya hanya satu Berjalanlah di jalan yang menuju kepada ridho-Nya, titik! Konsekuensinya, orang yang menginginkan surga Allah itu harus mau, tunduk, patuh kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah. Masuk serta ikutilah din Allah keseluruhannya. Sebagaimana telah Allah perintahkan di dalam 2Al Baqarah 208 yang artinya “Hai orang-orang yang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah keseluruhannya, dan jangan kamu ikuti langkah-langkah syetan”. Dinul Islam itu tidak hanya berisi soal ibadah-ibadah ritual saja, tapi berisi tentang seluruhnya yang mencakup semua aspek kehidupan. Dimana disana terdapat juga ilmu ekonomi, politik, social, budaya bahkan pemerintahan Daulah. Dan ayat diatas ditujukan kepada orang-orang yang mengaku beriman, mereka diperintahkan oleh Allah untuk masuk kedalam Islam secara keseluruhan. Maka mau tidak mau, suka maupun tidak suka, terpaksa ataupun rela, mereka harus menjadikan segala sesuatunya berdasarkan Islam. Ekonomi yang digunakan adalah ekonomi Islam, politiknya politik Islam, sosial kemasyarakatannya juga Islam, budayanya budaya Islam, sampai kepada pemerintahannya pun harus pemerintahan yang Islam Daulah Islam. Hal ini sebenarnya sudah merupakan kewajiban bagi orang-orang yang mengaku beriman, karena keimanan seseorang tidak cukup hanya dengan di teguhkan dalam hati, ataupun di ucapkan dengan lisan saja, tapi juga harus direalisasikan secara sempurna dan konsekuen. Dan tidak ada istilah iman setengah-setengah, yang sekiranya akan menguntungkan dirinya maka dia iman, tapi jika ada yang tidak menguntungkan dirinya maka dia tidak iman. Orang-orang yang seperti ini oleh Allah di cap sebagai orang yang kafir dengan sebenarnya. Firman Allah “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rosul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara keimanan kepada Allah dan Rosul-rosul-Nya, dengan mengatakan “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir kepada yang sebahagian yang lain”, serta bermaksud dengan perkataan itu mengambil jalan tengah diantara yang demikian itu iman atau kafir, merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang yang kafir itu siksaan yang menghinakan” 4An Nisa 150-151. Ayat tersebut jelas diperuntukan buat para sekuleris. Dimana mereka hanya menerima Islam setengah-setengah. Disatu sisi mereka menerimanya dan disisi yang lain mereka menolak. Contoh Disatu sisi mereka mengerjakan sholat, shoum, zakat dan haji ibadah ritual, akan tetapi disisi yang lain, katakanlah bermu’amalah, mereka tidak menggunakan aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah, apalagi dalam menegakkan hukum-hukum-Nya. Seperti hukuman bagi para pezina, para pencuri, dan lain sebagainya. Mereka itulah orang-orang yang berdasarkan ayat di atas termasuk orang yang kafir, atau paling tidak mereka ragu untuk menerima aturan-aturan Islam seluruhnya. Sehingga meskipun mereka seorang yang ahli sholat, yang mungkin sampai berbekas di wajahnya tanda bekas sujud, akan tetapi dia tidak beriman atau ragu dengan aturan-aturan Allah yang lain, maka sangat disayangkan sekali kalau dia tetap saja tergolong kepada orang-orang sekuler itu tadi. Mungkin mereka menyangka kalau mereka sudah berbuat sebaik-baiknya, padahal sesungguhnya mereka justru telah berbuat yang sia-sia dan merugi. Hal ini telah Allah terangkan dalam firmannya yang berbunyi “Katakanlah “Apakah mereka hendak Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya” 18Al Kahfi 103-104. Ayat selanjutnya dari surat Al Kahfi ini, Allah menerangkan tentang siapa yang Allah maksud sebagai orang yang rugi dan sia-sia perbuatannya serta tidak bernilai dihadapan Allah, meskipun perbuatannya tersebut berupa kebaikan atau amal sholih. Kata Allah “Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan kufur terhadap perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi amalan mereka pada hari kiamat”. Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, mungkin akhi dan ukhti ada bertanya Apa iya orang yang sudah berbuat kebaikan, apalagi dengan mengerjakan sholat siang dan malam dikatakan sia-sia dan tidak ada nilainya di mata Allah? Dan bagaimana bisa saya menyimpulkan kalau orang yang rajin mengerjakan ibadah sholat yang mungkin diiringi juga dengan ibadah-ibadah yang lain seperti shoum, zakat, dan juga pergi haji, bisa menjadi tidak ada nilainya di hadapan Allah. Padahal ayat diatas sepertinya tidak dikhususkan buat orang-orang yang tersebut diatas? Jawaban saya Memang betul ayat tersebut diatas tidak dikhususkan bagi orang-orang yang rutin mengerjakan ibadah sholat. Dan mengenai penilaian daripada ibadah-ibadah sholat mereka itu sebenarnya merupakan hak prerogatif Allah semata, manusia tidak ada campur tangan dalam hal tersebut. Akan tetapi yang ingin saya pertegas dari ayat tersebut diatas adalah pernyataan Allah yang menyatakan bahwa orang-orang yang rugi, sia-sia, serta amalan-amalannya dihapus itu adalah mereka yang “kufur terhadap ayat-ayat Allah”. Dan setiap orang harus mengakui, memahami serta meyakini, kalau ayat-ayat Allah itu tidak tok berisi tentang perintah-perintah sholat saja, atau shoum saja, atau zakat serta haji saja, bukankah begitu? Bukankah ayat-ayat Allah itu juga berisi tentang bagaimana bermu’amalah, bagaimana menegakkan hukum, dan bagaimana memanage roda pemerintahan yang baik dan benar sesuai dengan ketetapan yang telah Allah ajarkan kepada manusia. Bukankan demikian? Sehingga akhirnya, hal ini menjadikan kewajiban bagi orang-orang mu’min seluruhnya untuk menerima serta melaksanakan aturan-aturan Allah keseluruhannya secara sempurna dan konsekuen. Satu-satunya Kebenaran Hakiki Jika seseorang ataupun sekelompok orang telah menerima serta melaksanakan Islam secara kaffah, sempurna dan konsekuen, maka yakinlah bahwa sesungguhnya inilah konsep kebenaran yang hakiki. Karena manusia hanyalah makhluk ciptaan Allah, begitupun dengan dunia beserta isinya. Maka tentunya hanya Allah sajalah yang tahu bagaimana manusia seharusnya hidup, untuk apa dia hidup, serta apa tujuan dia hidup. Semua itu telah diatur oleh Allah, manusia hanya cukup bersandar serta mentaatinya saja. Akhi dan ukhti sekalian, sekali lagi saya katakan, inilah sebuah konsep kebenaran yang hakiki. Siapapun akan dipertanyakan keimanannya jika dia tidak menerima Islam secara utuh. Kita hanya cukup mengikuti petunjuk Allah dengan penuh keimanan agar kita mendapat rahmat. “Katakanlah, sesungguhnya aku hanyalah mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al Qur’an ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” 7Al A’raaf 203. Sebagai langkah awal untuk menuju kepada konsep kebenaran yang hakiki tersebut, terlebih dahulu hendaknya seseorang tidak ragu dan beriman kepada aturan Islam seluruhnya. Diiringi dengan iman, insya Allah pandangan serta fikiran akan menjadi terbuka dan hati akan menjadi hidup. Iman itu bersemayam di dalam hati. Dan hati yang hidup adalah hati yang senantiasa berhubungan dengan Allah. Tanpa iman yang kukuh, maka Islam yang Allah kehendaki tidak akan dapat di hidupkan dalam kenyataan. Hati yang beriman akan mendesak seseorang untuk senantiasa berusaha melaksanakan Islam yang universal menyeluruh, Islam yang syamil integral, dan kamil sempurna. Hati para sahabat dimurnikan dengan tauhidulloh dan disuburkan dengan wahyu Allah. Maka contohlah para sahabat bagaimana mereka dengan hati yang tauhid serta hati yang tumbuh dengan wahyu Allah bisa melaksanakan sekaligus mengelola amanat-amanat Allah, sepeninggal daripada Muhammad Rosululloh saw. Hakikat Keimanan Bagi setiap orang yang mengaku beriman, maka esensinya dia wajib menjalani segala sesuatu yang telah diimaninya itu, sehingga sudah sepatutnyalah didalam hati mereka tergerak keinginan untuk menghidupkan sekaligus memunculkan isi daripada Kalamullah serta hudan Rosul. Namun jika tidak, maka keimanannya itu haruslah dipertanyakan, jangan-jangan imannya itu hanya bohong belaka munafik. Sebagaimana Allah mensinyalir di dalam 2Al Baqarah 8, yang berbunyi “Diantara manusia ada yang mengatakan “Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman”. Keimanan orang-orang tersebut diatas adalah imannya orang-orang munafik, yang hanya berujar di lisannya saja, akan tetapi realitanya mereka mengabaikan apa-apa yang mereka katakan. Maka sungguh amat besar kebencian Allah terhadap apa yang mereka katakan itu. “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu pebuat? Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” 61Ash Shoff 2-3. Oleh karena itu, setelah seseorang menyatakan bahwa dirinya beriman, maka keimanannya tersebut harus disertai dengan pembuktian, yaitu dengan bersungguh-sungguh serta bercita-cita untuk menghidupkan din Allah di muka bumi ini. Dan dari sini pula nantinya keimanan sesorang akan di uji oleh Allah. Allah berfirman “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan begitu saja, sedang Allah belum mengetahui dalam kenyataan orang-orang yang berjihad diantara kamu…” 9At Taubah 16. Jihad di sini artinya bersungguh-sungguh. Sungguh-sungguh di dalam memperjuangkan din Allah di muka bumi, memperjuangkan syari’at Allah yang selama ini terabaikan. Yang selama ini kitabullah hanya di jadikan permainan atau senda gurau, yang selama ini hanya di jadikan sebagai pelengkap aksesoris atau almari, atau bahkan di jadikan sebagai azimat. Sungguh ironi, dimana kitab suci Al Qur’an yang seharusnya di jadikan sebagai pedoman serta acuan di dalam menjalani segala aspek kehidupan, malah justru tergeserkan oleh acuan atau pedoman hidup yang lain, yang justru tidak jelas asal muasalnya, yang justru amat sangat diragukan keabsahannya, dan semua itu hanyalah hasil produk makhluk sok pintar, seolah-olah melebihi Allah dan Rosul-Nya. Na’udzubillah… Kesimpulan Bagi orang-orang yang ingin mendapat kebenaran, maka dia wajib memperhatikan pon-poin di bawah ini. Yang pertama, setiap orang wajib meyakini bahwa kebenaran itu datangnya hanya dari Allah, kepunyaan Allah lah konsep kebenaran yang hakiki. Sehingga setiap orang harus senantiasa merujuk kepada Kitabullah wa sunnaturrosul. Dan diluar dari itu sudah pasti salah, karena tidak memiliki sumber yang hak dan shohih. Selain dari itu, konsep kebenaran di luar aturan dan petunjuk Allah, sangat diragukan serta sulit dipertanggungjawabkan. Maka cukuplah ikuti kebenaran yang datangnya dari Allah, Robb semesta alam, Pelindung serta Pengatur seluruh alam dan jagad raya ini. “Dan bahwa yang Kami perintahkan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa” 6Al An’aam 153. Yang kedua, setiap mu’min wajib menjalani din nya secara kaffah keseluruhan, karena Islam adalah din yang universal menyeluruh, syamil integral, dan juga kamil sempurna. Dan sangat tidak dibenarkan seseorang menjalaninya secara setengah-setengah yang sekiranya enak, tidak merugikan dirinya, maka dia akan iman dan melaksanakannya, akan tetapi jika ada yang tidak enak, memberatkan dirinya, maka dia akan meninggalkannya. Orang-orang yang seperti inilah yang oleh Allah di golongkan sebagai orang yang kafir dengan sebenarnya. Yang ketiga, setiap orang yang hendak mencari serta hendak melangkah di dalam sebuah konsep kebenaran yang datang dari Allah, maka terlebih dahulu hendaknya dia tumbuhkan rasa keimanan yang teguh, tanpa sedikitpun keraguan daripadanya. Niscaya dari sini akan muncul suatu gerakan yang mendorong dia untuk berpartisipasi di dalam menegakkan din Allah di muka bumi. Sehingga Islam yang tengah dia yakini dan jalani perjuangkan, akan menjadi Islam yang mengarah kepada kedinamisan haraki, dan bukan Islam yang mandeg, statis, sebagaimana orang sering salahartikan. Dan point yang terakhir atau yang keempat, yang perlu diperhatikan adalah adanya refleksi dari keimanan yang teguh sebagaimana point yang ketiga, yaitu jihad fi sabilillah. Dimana bentuk dari usaha-usaha menegakkan din Allah di muka bumi ini adalah dengan jihad bersungguh-sungguh. Namun dalam hal ini, orang sering mengartikan serta menganggap jihad merupakan suatu bentuk gerakan yang keras, ekstrim, serta radikal. Ini adalah merupakan suatu anggapan yang kurang tepat. Mereka itulah justru orang-orang yang belum paham dengan Islam sesungguhnya, dan sama sekali belum mengerti tentang hakikat daripada perjuangan. Sesungguhnya, jihad bukanlah suatu bentuk kekerasan, akan tetapi tepatnya adalah bentuk aplikasi dari ketegasan dalam rangka merebut kembali kedaulatan Allah yang telah dirampas oleh para tirani yang sekuler. Jihad pun tidaklah selalu identik dengan suatu gerakan fisik saja, tapi jihad juga bisa dilakukan dengan jalan menyebarkan berita-berita Allah melalui tulisan untuk disampaikan kepada seseorang, sekelompok orang dan atau kepada semua orang bergantung situasi dan kondisi serta kepentingan yang ada. Dan jihad pun bisa dilakukan dengan berdialog, diskusi, atau bahkan seminar, yang semua itu intinya dalam rangka bersungguh-sungguh berupaya menghidupi kembali cahaya Allah yang nyaris padam. Jadi tidak melulu dengan adu fisik, adu otot, ataupun adu senjata. Tapi itu pun tetap saja bisa terjadi manakala kesungguhan-kesungguhan yang tengah dilakukan justru mendapatkan respon yang negatif, tindakan kekerasan, intimidasi, atau sampai kepada pernyataan perang. Maka otomatis orang yang tengah bersungguh-sungguh itu tadi menjadi bangkit dan bergerak mempertahankan diri, karena hakikat berperang dalam Islam adalah manakala Islam itu diperangi serta dizolimi. Jihad juga merupakan bias daripada bentuk keimanan yang benar, sebagaimana firman Allah “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rosul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar” 49Al Hujuraat 15. Lihat juga ayat yang senada di dalam 8Al Anfaal 74. Penutup Inilah kiranya beberapa kelumit uraian yang dapat saya sajikan kehadapan akhi dan ukhti sekalian yang tengah haus akan ilmu dalam rangka menempuh perjalanan mencapai ridho-Nya. Mudah-mudahan bisa bermanfaat serta bisa di jadikan sebagai bahan pemikiran akhi dan ukhti semua. Apa yang saya uraikan disini sama sekali tidak bermaksud hendak mengklaim antara si benar dan si salah karena saya pun bisa jadi orang yang tersalah, dan andai saja saya memang tersalah maka sepenuhnya akan saya terima. Akan tetapi satu hal yang ingin saya minta dan harapkan kepada akhi dan ukhti sekalian bersedialah kiranya untuk mengkaji kembali ayat demi ayat yang telah saya nukilkan dalam rangkaian tulisan ini. Ayatnya sudah sangat jelas, dan mustahil Allah salah dalam firman-Nya. Dan saya pun dalam rangka memposisikan ayat demi ayat yang Allah terangkan kepada manusia sesuai dengan maksud dan tujuannya. Anta dan anti boleh menganggap ini sebuah wacana, dan saya sama sekali tidak berniat memaksakan kehendak saya kepada anta dan anti sekalian, karena jika saya memaksakan kehendak saya, maka sesungguhnya saya telah melanggar etika da’wah Islam itu sendiri. “Tidak ada paksaan untuk memasuki din Islam; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat…” 2Al Baqarah 256. Sekali lagi, saya tidak bermaksud mengklaim diri saya itu benar. Akan tetapi saya yakin kalau keteguhan hati serta konsep kebenaran yang telah saya uraikan disini adalah merupakan sebuah kebenaran hakiki yang datang dari Allah, karena insya Allah setiap gerak langkah, kalimat yang saya ucapkan, dsb. akan senantiasa saya optimalkan untuk merujuk serta mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan di ajarkan oleh Allah dan Rosul-Nya, karena sebaik-baik perkataan itu adalah perkataan Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Rosululloh saw. Akhirnya saya mohon agar dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya jika dalam penyampaian tulisan saya ini banyak kesalahan serta kekurangan. Kurang, karena keterbatasan ilmu yang saya miliki dan salah karena diri ini merupakan hamba Allah yang dhoif yang tidak luput dari sejuta kesalahan. Kepada Allah lah saya mohon ampun. Allahu alam bishowwab. Billahi fi sabilihaq. Alhamdulillahi Robbil alamin. Buat Facebook Comment, klik disini

Kemuliaanitu hanya milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin, tetapi orang-orang munafik tidak mengetahuinya. (QS al-Munafiqun [63]: 8). Akan tetapi, kemuliaan tersebut merupakan pancaran dan anugerah dari Allah.[5] Inilah secara umum tafsir surat an-Nisa' (4) ayat 138-139 di atas.

Tafsir Surat an-Nisa’ 138-139 }بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا ~ الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ للهِ جَمِيعًا {~ Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, yaitu orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. An-Nisa’ 138-139 Tafsir Ayat Allah Swt. menyatakan kepada Rasulullah saw. agar beliau memberitahukan “kabar gembira” kepada orang-orang munafik, yaitu azab yang sangat pedih Basysyir al-munâfiqîn bianna lahum adzâb[an] alîma. Allah sengaja menggunakan kata basysyir beritahukanlah “kabar gembira”. Hanya saja, “kabar gembira” yang disampaikan kepada mereka bukannya pahala atau surga, melainkan azab. Penggunaan kata basyârah kabar gembira dalam konteks seperti ini merupakan uslûb tahakkum gaya bahasa sarkasme,[1] dengan maksud untuk menghina mereka. Padahal azab yang akan ditimpakan kepada mereka adalah azab yang sangat pedih, sebagaimana yang dinyatakan dengan kata alîm sangat pedih yang merupakan bentuk mubâlaghah klimaks, yang dimaksud tidak lain adalah neraka jahannam. Allah Swt. kemudian menjelaskan ciri kemunafikan mereka, yaitu mereka menjadikan orang-orang kafir sebagai pelindung dan teman setia dengan meninggalkan orang-orang Mukmin al-ladzîna yattakhidzûna al-kâfirîna awliyâ’ min dûni al-mu’minîn. Menurut Ibn al-Abbas, orang-orang kafir yang dijadikan pelindung dan teman setia orang-orang munafik—dalam konteks turunnya ayat—ini adalah Yahudi Bani Qaynuqa’.[2] Mereka beranggapan, kemuliaan kekuatan dan kemenangan itu akan berpihak kepada orang kafir, sehingga mereka menjadikan orang-orang kafir sebagai pelindung dan teman setia. Namun, anggapan tersebut dibantah oleh Allah dengan istifhâm inkâri pertanyaan retoris apakah mereka mencari kemuliaan pada mereka orang-orang kafir itu ayabtaghûna indahum al-izzah?[3] Pertanyaan tersebut tidak memerlukan jawaban, karena jawabannya sudah jelas. Sebab, mustahil mereka bisa menemukan kemuliaan tersebut pada orang-orang kafir. Sesungguhnya kemuliaan itu semuanya hanya milik Allah fainna al-izzata li Allâhi jamî’a. Dalam kalimat tersebut, Allah menggunakan huruf fa at-taqîb untuk menyatakan sebab, yang mempunyai konotasi “menjelasan alasan” penolakan Allah terhadap kemustahilan mencari kemuliaan pada selain Allah.[4] Dengan begitu, seakan-akan Allah hendak menyatakan, “Mungkinkah mereka mencari kemuliaan pada mereka orang-orang kafir?” Jawabannya, “Tentu, tidak mungkin.” Sekalipun jawaban ini tidak dinyatakan secara eksplisit, dengan pertanyaan yang berbentuk penegasian itu orang pasti bertanya, “Mengapa tidak mungkin?” Karena itu, Allah menjelaskan alasan-Nya, “Sebab, sesungguhnya kemuliaan itu semuanya hanya milik Allah fainna al-izzata li Allâhi jamîa.” Allah menegaskan alasan-Nya dengan menggunakan huruf ta’kîd stressing/ penegasan inna dan lâm li hashr yang berfungsi untuk mengkhususkan, yaitu li Allâh hanya milik Allah; ditambah lagi dengan al li al-istighrâq yang berfungsi menyedot pada kata al-izzah semua kemuliaan; dan dikuatkan lagi dengan kata jamîa semuanya. Semua itu semakin menguatkan kesan bahwa seluruh kemuliaan—baik yang ada di langit dan bumi maupun di dunia dan akhirat—hanya milik Allah. Memang disebutkan pula bahwa kemuliaan itu ada pada selain Allah, seperti Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, sebagaimana firman-Nya وَِللهِِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لاَ يَعْلَمُونَ ~ Kemuliaan itu hanya milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin, tetapi orang-orang munafik tidak mengetahuinya. QS al-Munafiqun [63] 8. Akan tetapi, kemuliaan tersebut merupakan pancaran dan anugerah dari Allah.[5] Inilah secara umum tafsir surat an-Nisa’ 4 ayat 138-139 di atas. Wacana Tafsir Hakikat Nifâq dan Kemuliaan al-Izzah Nifâq diambil dari kata nafiqâ’ bukan dari nafaq. Nafiqâ’ adalah salah satu ruang bagi yarbû’ jerboa, binatang sejenis tupai, yang sebagian ruangannya ditutupi, sementara sebagian yang lain dibuka. Kata nifâq dengan konotasi seperti ini sangat populer di kalangan orang Arab. Al-Quran memberikan konotasi lain, yaitu “di dalam Islam mempunyai wajah yang berbeda dengan di luar Islam” atau munafik, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا قَالُوا ءَامَنَّا وَإِذَاخَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ Bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, “Kami telah beriman.” Sebaliknya, bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, “Sesungguhnya kami sependirian dengan kalian; kami hanyalah berolok-olok.” QS al-Baqarah [2] 14. Konotasi kata nifaq tersebut sebelumnya belum pernah dikenal oleh orang Arab. Artinya, istilah dan konotasi tersebut benar-benar merupakan istilah syarî yang diperkenalkan oleh Islam.[6] Dengan demikian, nifâq adalah sikap menyembunyikan apa yang ada dalam hati batin yang berbeda dengan apa yang ada di permukaan lahir.[7] Dalam hal ini, taqiyyah—sekalipun ada taqiyyah yang kemudian dibolehkan, sedangkan nifâq tidak—termasuk bentuk nifâq. Orangnya disebut munâfiq. Menurut al-Jurjani, munâfiq adalah orang yang memberikan kesaksiannya sebagai orang yang beriman dan melaksanakan perintah dan larangan Allah, tetapi tidak meyakininya.[8] Orang munafik memang kata-kata dan janjinya sulit dipercaya. Di samping itu, mereka adalah para pengkhianat yang tidak pernah amanah.[9] Mereka adalah orang-orang oportunis yang menjilat sana-sini untuk mencari peluang demi keuntungan pribadi mereka. Ketika orang lain berjuang dengan mengorbankan harta, darah, dan waktu, mereka hanya duduk di belakang sebagai penonton. Giliran orang lain berhasil, mereka maju ke depan menampilkan dirinya seolah-olah mereka adalah pejuang. Mereka tidak mau menanggung risiko, tetapi ingin untung. Inilah sifat orang-orang munafik. Padahal, keimanan menuntut pengorbanan sebagai bukti kebenaran imannya. Tanpa itu, keimanan tersebut tidak akan pernah tampak. Allah Swt. berfirman أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُونَ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan, “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji lagi? QS al-Ankabut [29] 2. Surat an-Nisa’ ayat 138-139 tersebut juga menjelaskan ciri-ciri orang munafik, antara lain, menjadikan orang kafir sebagai pelindung dan teman setia wâlî. Menjadikan orang kafir sebagai wâlî juga berkonotasi meminta bantuan, berteman dan membangun cinta kasih di antara mereka, dan sebagainya.[10] Surat an-Nisa’ ayat 140 juga menjelaskan, bahwa ikut nimbrung dalam pembicaraan dengan orang kafir juga dilarang. Ini juga merupakan ciri lain orang munafik. Sebab, dengan itulah, mereka akan terlibat dengan orang-orang kafir untuk membuat makar terhadap Islam dan kaum Muslim, sementara sikap nifâq—yang notabene tidak ingin memnaggung risiko—itu cenderung mengikuti apa yang dikehendaki oleh orang-orang kafir. Ini merupakan sifat nifâq yang—merupakan konsekuensi dari sikap oportunis mereka— paling berbahaya. Tentu karena ada anggapan, bahwa sikap itulah yang akan mendatangkan kemuliaan mereka. Padahal, tidak ada kemuliaan kecuali hanya dengan kembali kepada Allah. Allah Swt. sebagai Pemilik segala kemuliaan— akan memberikan kemuliaan kepada Rasul-Nya, juga kepada orang-orang Mukmin, karena mereka menaati-Nya. Dengan kata lain, kemuliaan itu seharusnya dicari dengan jalan menjadikan Allah dan orang-orang Mukmin sebagai wâlî pelindung dan penolong mereka, bukan orang kafir. Wacana Tafsir Bahaya Sikap Nifâq Melihat realitas nifâq di atas, jelas bahwa sikap seperti ini sangat berbahaya. Bahaya sangat dahsyat yang akan selalu mengintai sikap hipokrit ini adalah muwâlah al-kuffâr ber-wâlî kepada orang kafir; menjadikan orang-orang kafir sebagai teman setia dan pelindung serta meminta bantuan dan membangun cinta kasih dengan mereka. Bahkan, ketika sikap hipokrit dan muwâlah tersebut sampai pada klimaksnya, pasti akan menjadi ancaman yang mematikan bagi umat, jika mereka hanya berdiam diri, tidak mengubahnya. Akibatnya, mereka akan tertimpa berbagai kenistaan, kehinaan, dan musibah. Contoh terbaik adalah kondisi yang dialami oleh kaum Muslim saat ini. Para penguasa mereka adalah orang-orang oportunis yang sanggup menjual diri mereka untuk menjadi kaki tangan negara-negara kafir agar dapat atau tetap berkuasa. Mereka tidak berani mengucapkn kata “Tidak!” terhadap setiap keinginan dan kemauan negara imperialis kafir. Bahkan, mereka dengan senang hati memata-matai, menangkap, menyiksa, dan membunuh rakyatnya sendiri untuk mendapatkan keridhaan tuan mereka, yakni negara-negara imperialis kafir itu. Mereka terhipnotis oleh propaganda negara-negara imperialis kafir, bahwa kemuliaan ada di pihak mereka. Mereka tidak sendiri, karena mereka juga didukung oleh agen-agen intelektual; baik yang berbaju ulama, ilmuwan, ataupun pakar. Mereka adalah orang-orang munafik. Mereka beranggapan bahwa dengan ber-muwâlah kepada orang dan negara-negara imperialis kafir itu mereka akan mendapatkan kemuliaan. Padahal, sebenarnya semuanya itu hanya ilusi; persis seperti yang digambarkan oleh Allah dalam al-Quran مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. QS al-Ankabut [29] 41. Allah mengibaratkan kemuliaan yang dibangun dengan dukungan, bantuan, dan uluran tangan dari orang kafir itu laksana rumah laba-laba yang sangat rapuh dan hina. Akan tetapi, kebanyakan orang munafik itu tidak sadar. Bagaimana Benazir Buttho, yang menjadi presiden Pakistan atas dukungan Amerika, akhirnya dijatuhkan, kemudian digantikan dengan Nawaz Sharif. Nawaz Sharif juga sama, dijatuhkan melalui kudeta militer yang juga didalangi Amerika hingga berhasil menaikkan Musharraf. Hal yang sama juga dialami oleh Soekarno dan Soeharto. Kemuliaan ilusif mereka akhirnya rontok dengan hina, sebagaimana hancurnya rumah laba-laba yang begitu mudah, dan sangat hina. Inilah realitas yang tidak disadari oleh orang-orang munafik. Sebab, mereka sanggup melakukan apa saja untuk meraih tujuan sesaat mereka. Karena itu, orang-orang munafik itu bukanlah orang Mukmin, sehingga Allah tidak menyebutnya dengan menyatakan faulâika hum al-mu’minûn Mereka itulah orang-orang Mukmin. Sebaliknya, Allah menyatakan فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ Mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman. QS an-Nisa’ [4] 146. Mereka juga layak diganjar dengan siksaan yang amat dahsyat, yakni dengan ditempatkan di bagian neraka yang paling bawah, dan mereka tidak akan pernah menemukan satu penolong pun untuk menolong mereka dari azab Allah itu. Allah Swt. berfirman إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا Sesungguhnya orang-orang munafik itu ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. QS an-Nisa’ [4] 145. Wacana Tafsir Mengubah Kemunafikan menjadi Kemuliaan Nifâq merupakan dosa besar. Setiap perbuatan dosa bisa ditebus dengan bertobat kepada Allah. Dalam kasus nifâq, Allah telah menetapkan cara bagi orang munafik agar dosanya diampuni oleh Allah dan kemunafikannya berubah menjadi kemuliaan Pertama, mereka harus bertobat, yaitu meninggalkan sikap nifâq-nya. Hal itu mengharuskannya bersikap istiqâmah konsisten lahir-batin. Bukan lahirnya menyatakan A, sementara batinnya menyatakan B. Kedua, mereka harus memperbaiki niat dan amal mereka ishlâh, tidak riya. Ketiga, mereka harus berpegang teguh pada Allah i’tshâm bi Allâh, yakni dengan cara berpegang teguh pada Kitab-Nya dan sunah Nabi-Nya, apapun risiko dan konsekuensinya; sekalipun harus mengorbankan harta, darah, dan kedudukan mereka. Keempat, mereka harus memurnikan agama dan keberagamaannya hanya untuk Allah ikhlâsh dînihim li Allâh, yaitu tidak mengharapkan yang lain, selain Allah Swt. Semata; sekalipun untuk itu ia harus menuai berbagai cacian dan makian para pencaci maki. Jika kemunafikan tersebut berhasil diakhiri, sebaliknya empat langkah yang ditetapkan oleh Allah di atas ditempuh, maka pasti Allah akan memuliakan mereka, dan memberikan kemuliaan yang hakiki, bukan kemuliaan semu dan ilusif. Mereka, bersama-sama orang-orang Mukmin, akan mendapatkan pahala dan kedudukan yang mulia di sisi Allah Swt. [Hafidz Abdurrahman, MA.] [1] As-Shabûni, Shafwah at-Tafâsîr, juz I, hlm. 314. [2] Al-Qurthûbi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, juz V, hlm. 417. [3] As-Shabûni, Ibid, juz I, hlm. 314. [4] As-Syawkâni, Fath al-Qadîr, juz I, hlm. 526; al-Baydhawi menyebutnya fâ’ isti’nâf yang berfungsi memulai kalimat baru, yang berkonotasi ta’lîl atau ta’qîb; untuk menjelaskan alasan mengapa mustahil mencari kemuliaan pada selain Allah, sebab kemuliaan itu hanya milik Allah. Lihat, al-Baydhâwi, Tafsir al-Baydhâwi, juz III, hlm. 207. [5] As-Syawkâni, Fath al-Qadîr, juz I, hlm. 526. [6] Ibn Mandhûr, Lisân al-Arab, juz X, hlm. 358. [7] Al-Baydhawi, Tafsîr al-Baydhâwi, juz II, hlm. 268; An-Nawâwi, Syarh Shahîh Muslim, juz II, hlm. 47. [8] Al-Jurjâni, at-Ta’rîfât, juz I, hlm. 60. [9] An-Nawâwi, Syarh Shahîh Muslim, juz II, hlm. 46. [10] An-Nabhâni, as-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, Dâr al-Ummah, Beirut, cet. III, 1994, juz II, hlm. 264. Karenaitu, ketika ada orang yang menyatakan, " Yang Tahu Kebenaran Hanya Allah" ini jelas mendustakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Atau setidaknya menganggap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga tidak tahu kebenaran. Jika kaidah ini berlaku, berarti orang mengatakan, 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu' telah berbuat syirik.

Suatu saat, penulis menemukan gambar yang menarik di internet. Pada gambar tersebut, terbaring gambar angka tidak jelas 6 atau 9 secara horizontal di lantai. Di ujung-ujung gambar angka tersebut terdapat dua orang yang berdiri saling berhadap-hadapan. Orang pertama menunjuk gambar angka yang tergeletak di lantai dan berkata “six!” karena dari sudut pandangnya terlihat seperti angka 6, sementara orang kedua menunjuk gambar angka yang sama dan berkata “nine!” karena dari sudut pandangnya terlihat seperti angka 9. Di bawah gambar tersebut kemudian tertulis caption “Just because you are right, does not mean, I am wrong. You just haven’t seen life from my side” hanya karena anda benar, bukan berarti saya salah. Anda hanya belum melihatnya kehidupan dari perspektif saya, mengindikasikan kebenaran tidaklah tunggal dan bersifat relatif. Dalam diskusi keagamaan, ada juga yang menggunakan argumen sejenis untuk mengutarakan pandangannya. Ketika ditanya benar/salahnya perilaku homoseksual, seorang mahasiswa Muslim dengan gagah atau gegabah mengatakan “Kebenaran itu hanya milik Allah! Kita tidak punya hak untuk menyalahkan orang lain!” Ketika ditanya tentang status kebenaran ajaran agamanya, seorang cendekiawan Muslim berkilah “Benar menurut saya belum tentu benar menurut orang lain. Kebenaran itu relatif, yang mutlak hanyalah Allah.” Perkataan-perkataan tersebut mengesankan bahwa sepanjang diucapkan manusia, kebenaran itu relatif. Manusia tidak mungkin dan tidak akan pernah tahu kebenaran yang hakiki, karena ia hanyalah milik Allah. Oleh karenanya, haram hukumnya jika merasa benar – apalagi sampai menyalahkan orang lain. Benarkah hanya Allah yang tahu kebenaran? Tulisan ini dibuat untuk menjawab permasalahan tersebut. Untuk menilai kevalidan klaim “kebenaran hanya milik Allah”, pertama harus ditanyakan dulu, “mungkinkah manusia mengetahui?” Jika jawabannya “tidak”, maka dengan sendirinya benarlah klaim tersebut – sepanjang masih percaya adanya Allah. Namun demikian, benarkah begitu? Inilah yang menjadi titik tolak pembahasan tulisan yang sedang anda baca. Pertanyaan “mungkinkah mengetahui” merupakan permasalahan asasi dalam epistemologi. Pertanyaan ini sudah mengemuka dari sejak zaman Yunani kuno. Pada zaman tersebut lahir aliran yang bernama sofisme. Menurut kaum sofis, semua kebenaran itu relatif. Ukuran kebenaran itu manusia man is the measure of all things. Karena manusia berbeda-beda, jadi kebenaran pun berbeda-beda tergantung Sofisme klasik kemudian bereinkarnasi menjadi skeptisisme dan Penganut skeptisisme senantiasa bersikap skeptis terhadap segala hal. Ia senantiasa meragukan kebenaran dan membenarkan keraguan. Baginya, semua pendapat tentang semua perkara termasuk yang qathi dan bayyin dalam agama harus selalu terbuka untuk diperdebatkan. Sementara itu, penganut relativisme epistemologis menganggap semua orang dan golongan sama-sama benar, semua pendapat agama, aliran, sekte, kelompok, dan lain sebagainya sama benarnya, tergantung dari sudut pandang masing-masing. Menurut paham ini, kebenaran berada dan tersebar di mana-mana, namun semuanya bersifat Islam tentu saja menentang paham sofisme dengan segala macam bentuk reinkarnasinya. Dari sejak awal surat, Al-Qur’an mengajarkan agar manusia mencari kebenaran, karena kebenaran itu ada, dan kesalahan pun beserta orang-orang yang salahnya juga Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan jalan mereka yang dimurkai, dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Al-Fatihah 1 6-7 Ayat ini kita panjatkan sekurang-kurangnya 17x sehari dalam shalat wajib. Maka dari itu, sebenarnya sangat absurd jika seorang Muslim bersikap emoh terhadap kebenaran, meskipun dibungkus dengan kemasan’ yang cantik seperti “kebenaran hanya milik Allah”. Mengetahui tidaklah mustahil. Jadi bukan seperti yang sering diklaim oleh kaum sofis, relativis, skeptik, dan agnostik serta para penurut dan pembeonya hingga akhir zaman. Dalam hal ini, keyakinan dan pendirian Ulama kaum Muslimin Ahlus Sunnah wal Jama’ah disimpulkan secara ringkas dan akurat oleh imam An-Nasafi dalam kitabnya Haqaa’iq al-asyyaa’ tsaabitah, wa l-ilmu bihaa mutahaqqiq, khilaafan li s-suufasthaa’iyyah. Artinya, hakikat quidditas atau esensi segala sesuatu itu tetap dan oleh karena itu bisa ditangkap, tidak berubah sebab yang berubah-ubah itu hanya sifatnya, , , atau -nya saja, sehingga segalanya bisa diketahui dengan jelas, sehingga manusia bisa dibedakan dari monyet, ayam tidak disamakan dengan burung, roti dengan batu, atau akar dengan ular. Demikian pula hal-hal tersebut di atas, semuanya tidak mustahil untuk diketahui dan dimengerti, dapat dibedakan dan bisa dijelaskan. Firman Allah SWT dalam surat Az-Zumar 39 9 Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?5 Mungkin ada yang berkomentar, “Pada kenyataannya para ulama juga berbeda pendapat dalam perkara agama, bukankah itu berarti kebenaran itu relatif?” Mengenai hal tersebut, Nashruddin Syarief berkomentar dalam bukunya Menangkal Virus Islam Liberal sebagai berikut Terkait dengan adanya ikhtilaf di antara ulama yang sering dijadikan pembenar bahwa tidak ada kebenaran yang pasti, maka tentu harus dibedakan dulu mana yang qath’i dan mana yang zhanni, mana yang ushul dan mana yang furu’. Karena pastinya para ulama tidak mungkin berikhtilaf dalam masalah yang ushul dan qath’i. Kalaupun masih ada juga yang berbeda dalam kedua masalah tersebut, maka itulah orang-orang yang masuk kategori sayyi’ah dan Pun demikian bisa saja ada yang membantah “para ulama juga biasa menyebut Namun Tuhan lebih dan paling mengetahui apa yang benar’ wa Allahu a’lam bi-s shawaab, bukankah itu berarti hanya Tuhan yang paling mengerti kebenaran?” Mengenai hal tersebut, Dr. Syamsuddin Arif memberikan tanggapannya dalam buku Orientalis dan Diabolisme Pemikiran. Berikut tanggapannya Memang betul, ketika menafsirkan kitab suci, kita tidak boleh mengklaim bahwa kita benar-benar telah memahami maksud firman Tuhan. Tidak boleh merasa seolah-olah kita telah menangkap maksud kata-kata Tuhan yang sebenarnya. Itulah sebabnya mengapa para ulama salaf selalu mengakhiri fatwa dan karya mereka dengan kalimat “Namun Tuhan lebih dan paling mengetahui apa yang benar” wa Allahu a’lam bi-s shawaab. Kalimat ini sering disalahpahami. Para ulama salaf mengatakan ini bukan karena mereka ragu-ragu atau skeptis, bukan pula karena mereka menganut relativisme. Dalam masalah keilmuan, ulama salaf sangat tekun, teliti, dan teguh dalam berpendirian dan berargumentasi, sebagaimana dapat dilihat dalam literatur fiqih dan ilmu kalam. Kalimat tersebut mereka ucapkan semata-mata karena adab kepada Tuhan’ yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Adapun dengan sesama manusia, sikap yang ditunjukkan adalah kesanggupan menerima dan mengikuti kebenaran, dan bukan menampik atau mempertahankan Jadi, mengetahui itu mungkin saja dicapai oleh manusia. Dalam Islam pun ada perkara yang qath’i, bersifat pasti. Contohnya, dari dulu sampai sekarang Al-Ikhlas pasti dimaknai sebagai Tauhid. Dalam Islam, tidak pernah keesaan Allah dimaknai sebagai “esa tapi beranak-pinak”, “esa tapi termanifestasi dalam beberapa jenis Tuhan”, dll. Sama halnya dengan perintah shalat, shaum Ramadhan, zakat, naik haji, dll semuanya adalah tetap. Setiap Muslim, laki-laki maupun perempuan, remaja maupun dewasa, tinggal di negara Islam maupun negara sekuler, tetap wajib melaksanakannya. Sama juga halnya dengan keharaman khamr, zina, dan homoseksual. Semuanya tetap dan independen terhadap zaman – untuk menolak yang beranggapan bahwa ajaran Islam seluruhnya harus disesuaikan dengan zaman. Lalu, bagaimana caranya kita mengetahui? Tentunya dengan belajar, mencari ilmu. Berkenaan dengan ini, kita beruntung karena terdapat warisan khazanah intelektual Islam bukan warisan doktrin yang tidak terhitung jumlahnya. Tidak perlu bersikap relativis ataupun skeptis, sebab manusia bisa tahu yang benar. Wallahu Alam Daftar Pustaka [1] Hamid Fahmy Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Islam, hlm. 89 dalam Nashruddin Syarief, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung Persis Pers, 2010, hlm. 146. [2] Nashruddin Syarief, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung Persis Pers, 2010, hlm. 146-147. [3] Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta Gema Insani, 2008, hlm. 140-141. [4] Nashruddin Syarief, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung Persis Pers, 2010, hlm. 147. [5] Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta Gema Insani, 2008, hlm. 203-204. [6] Nashruddin Syarief, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung Persis Pers, 2010, hlm. 148. [7] Syamsuddin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, Jakarta Gema Insani, 2008, hlm. 151-152.

KebenaranItu Milik Allah Bukan Milik Produk Pemikiran. 8 Jan, 17. Kebenaran itu milik Allah bukan milik produk. Read More. Search. Search. Recent Posts. Makna Beriman Kepada yang Ghaib; Orang yang Berhati Mulia; Hakikat Berdzikir; Rahasia Kalimat Basmalah; Pentingnya Belajar Mengendalikan Hawa Nafsu; Sebagai seorang muslim, kita percaya bahwa kebenaran hanya milik Allah. Pada artikel ini, kita akan membahas mengenai konsep ini lebih itu Kebenaran?Kebenaran dalam Al-QuranMengapa Kebenaran Hanya Milik Allah?Ilmu Pengetahuan dan KebenaranBagaimana Kita Dapat Menemukan Kebenaran?Berdoa Kepada AllahKebenaran Dalam Kehidupan Sehari-hariKebaikan Dalam KebenaranTabel tentang KebenaranKesimpulanFAQs1. Apa itu kebenaran?2. Mengapa kebenaran hanya milik Allah?3. Bagaimana kita dapat menemukan kebenaran?4. Apa pentingnya kebenaran dalam kehidupan sehari-hari?5. Bagaimana kebenaran dapat membawa kebaikan dalam hidup kita?DisclaimerApa itu Kebenaran?Kebenaran adalah sesuatu yang berada dalam rangkaian konsep keislaman. Dalam Islam, kebenaran diartikan sebagai sesuatu yang benar-benar berada di jalan yang dalam Al-QuranAl-Quran adalah sumber hukum utama dalam Islam. Dalam Al-Quran, Allah mengatakan bahwa kebenaran itu bersumber dari-Nya. Allah-lah yang menentukan apa yang benar dan apa yang salah. Dalam surat Al-An’am ayat 116, Allah berfirmanDan jika kamu mengikuti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta ayat tersebut, kita dapat memahami bahwa kebenaran hanya milik Allah dan kita harus mengikuti jalan yang telah ditunjukkan hanya milik Allah karena Allah adalah pencipta alam semesta dan segala isinya. Allah mengetahui segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini dan Dia-lah yang menentukan semua Pengetahuan dan KebenaranIlmu pengetahuan adalah salah satu bukti kebenaran yang Allah berikan kepada manusia. Dalam Islam, ilmu pengetahuan diperlukan untuk memahami kebenaran yang ada di alam semesta ini. Namun, ilmu pengetahuan tidak dapat menggantikan kebenaran yang datang dari Allah. Allah-lah yang menentukan segala sesuatu yang benar dan Kita Dapat Menemukan Kebenaran?Kita dapat menemukan kebenaran dengan belajar dan memahami Al-Quran. Al-Quran adalah sumber hukum utama dalam Islam dan kita harus mempelajari Al-Quran dengan baik untuk menemukan kebenaran yang ada di Kepada AllahSelain itu, kita juga dapat meminta petunjuk dari Allah untuk menemukan kebenaran. Kita harus selalu berdoa kepada Allah agar diberikan petunjuk dalam mengambil keputusan yang Dalam Kehidupan Sehari-hariKebenaran sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus selalu berpegang pada kebenaran dalam berbicara dan bertindak. Dalam Islam, kebenaran adalah salah satu nilai yang sangat Dalam KebenaranBerpegang pada kebenaran juga dapat membawa kebaikan dalam hidup kita. Allah akan memberikan keberkahan kepada orang yang berpegang pada kebenaran dan mempraktikkannya dalam kehidupan tentang KebenaranJenis KebenaranDeskripsiKebenaran dalam Al-QuranKebenaran yang bersumber dari Al-Quran dan SunnahKebenaran Dalam Kehidupan Sehari-hariKebenaran yang harus dipegang dalam berbicara dan bertindak dalam kehidupan sehari-hariKebenaran dalam Ilmu PengetahuanKebenaran yang ditemukan melalui ilmu pengetahuan dan penelitianKesimpulanKebenaran hanya milik Allah dan kita harus selalu berpegang pada kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat menemukan kebenaran dengan mempelajari Al-Quran dan meminta petunjuk dari Allah. Dalam Islam, kebenaran adalah salah satu nilai yang sangat dihargai dan dapat membawa kebaikan dalam hidup Apa itu kebenaran?Kebenaran adalah sesuatu yang benar-benar berada di jalan yang benar. Dalam Islam, kebenaran diartikan sebagai sesuatu yang benar-benar berada di jalan yang Mengapa kebenaran hanya milik Allah?Kebenaran hanya milik Allah karena Allah adalah pencipta alam semesta dan segala isinya. Allah mengetahui segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini dan Dia-lah yang menentukan semua Bagaimana kita dapat menemukan kebenaran?Kita dapat menemukan kebenaran dengan belajar dan memahami Al-Quran serta meminta petunjuk dari Allah untuk menemukan Apa pentingnya kebenaran dalam kehidupan sehari-hari?Kebenaran sangat penting dalam kehidupan sehari-hari karena kita harus selalu berpegang pada kebenaran dalam berbicara dan bertindak. Dalam Islam, kebenaran adalah salah satu nilai yang sangat Bagaimana kebenaran dapat membawa kebaikan dalam hidup kita?Berpegang pada kebenaran dapat membawa kebaikan dalam hidup kita karena Allah akan memberikan keberkahan kepada orang yang berpegang pada kebenaran dan mempraktikkannya dalam kehidupan ini dibuat hanya untuk tujuan informasi dan tidak dimaksudkan sebagai nasihat medis, hukum, atau keuangan. Sebelum melakukan tindakan apa pun, konsultasikan dengan ahli terkait terlebih dahulu.

JanganTakut dan Jangan Bersedih Allah Bersama Kita. Home; My Facebook; My Twitter; My Ooiya; Download; Childcare; Beranda

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kebenaran mutlak adalah kebenaran yang hakiki dan sejati, sesuatu yang dapat melihat dan menyatakan keseluruhan realitas secara objektif, apa adanya. Kebenaran mutlak ini harus hanya ada satu saja dan merupakan suatu acuan atau standar bagi apa yang disebut dengan kebenaran relatif. Kebenaran mutlak itu mempunyai sifat universal berlaku bagi semua orang, tidak ada perkecualian , kekal lintas waktu dan ruang, tidak berubah-ubah, tidak berganti , integral tidak ada konflik di dalamnya dan tanpasalah bermoral tinggi, suci . Manusia jelas bukan kebenaran mutlak, karena ia tidak memenuhi syarat-syaratnya. Manusia bukan kebenaran mutlak karena ia makhluk ciptaan yang terbatas, bersifat subjektif dan dikuasai oleh ruang dan waktu. Bersifat subjektif artinya terhadap objek yang sama manusia mempunyai sudut pandang atau pendapat yang berbeda-beda. Kalau misalnya ada 1000 orang yang dimintai pendapatnya akan sesuatu objek, akan ada 1000 macam pandangan yang berbeda-beda. Manusia mengerti sesuatu sebatas pengertiannya sendiri dan melihat sesuatu sebatas daya lihatnya sendiri. Dia tidak bisa dan tidak mungkin bisa mengerti dan melihat sesuatu sebagaimana adanya. Jadi kebenaran yang dilihatnya dari sudut pandangnya sendiri yang terbatas itu bersifat relatif, bukan absolut mutlak . Dikuasai oleh ruang dan waktu mempunyai implikasi bahwa ia tidak mahatahu artinya banyak hal yang tidak diketahuinya, bisa salah dan selalu berubah berganti. Pandangan manusia itu sangat terbatas karena tubuh manusia dibatasi oleh ruang dan waktu. Manusia hanya bisa berada pada satu tempat pada waktu tertentu. Indra-indra tubuh manusia tidak bisa mendeteksi sesuatu yang terlalu ekstrem. Mata manusia tidak bisa menangkap benda yang terlalu besar atau kecil, terlalu dekat atau terlalu jauh. Mata manusia juga tidak bisa menangkap gerakan yang terlalu cepat. Mata manusia hanya bisa menangkap cahaya dengan panjang gelombang dalam suatu rentang tertentu. Telinga manusia hanya dapat menangkap suara dalam rentang frekuensi tertentu. Otak manusia hanya dapat memikirkan pola-pola yang sudah dikenalnya sebelumnya. Banyak hal yang tidak atau belum diketahui manusia, dan yang tidak atau belum pernah terpikirkan. Dan ada hal-hal yang tidak akan pernah bisa terpikirkan olehnya. Jadi kebenaran mutlak yang sejati itu harus datang dari luar manusia. Adapun manusia hanya bisa mempunyai kebenaran relatif. Tidak mungkin ada kebenaran mutlak di level manusia atau yang di bawahnya. Kebenaran mutlak harus datang dari level yang lebih tinggi, dari Allah. Jadi kebenaran mutlak adalah kebenaran yang datang dari Allah yang relatif adalah kebenaran manusia dari sudut pandangnya sendiri yang terbatas terhadap kebenaran mutlak tersebut. Hanya ada satu kebenaran mutlak, yang bersifat objektif, yang dikelilingi oleh banyak kebenaran relatif yang bersifat subyektif, bagaikan matahari yang dikelilingi planet-planet. Makin dekat kebenaran relatif itu kepada kebenaran mutlak maka ia makin benar. Jadi yang relatif harus mendekati yang absolut, subyektivitas harus mengejar obyektivitas, untuk memperkecil kesenjangan di antara renungan singkat di atas bisa membuat kita menjadi lebih rendah hati, paling tidak sadar bahwa apapun pendirian atau pendapat kita, itu hanyalah kebenaran relatif, kebenaran dari sudut pandangnya sendiri. Karena kita cenderung melupakan hal ini, dan memutlakkan yang relatif tersebut. Orang yang memutlakan yang relatif saya sebut sebagai orang yang sok mahatahu’. Orang seperti ini merasa dia memikiki kebenaran mutlak yang sebenarnya hanya milik Tuhan; inilah yang dinamakan kebenaran virtual’ yaitu kebenaran relatif yang dimutlakkan. Sikap sok mahatahu’ membuat kita menjadi otoriter, merasa paling benar, sombong, kasar , mudah menuduh dan menghakimi. Kita sering tidak sadar bahwa sehebat apapun penalaran kita dan seluas apapun pengetahuan kita, masih banyak hal-hal yang tidak kita ketahui. Sangat mungkin jika yang belum kita ketahui tersebut akan mengubah secara drastis semua pandangan kita yang lama, jika itu 'sok mahatahu' seperti tersebut di atas telah kita saksikan sendiri belum lama ini di senayan. Gaungnya sampai kemana-mana, bahkan sampai di Kompasiana dari "The Answer" Lihat Filsafat Selengkapnya
TakAda Kebenaran Yang Hakiki Kecuali Milik ALLAH SWT Minggu, 13 Desember 2015. Maka demi Allah yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya

bagaimana yang akan dilakukan seseorang jika ia tahu bahwa kesempurnaan hakiki hanya milik allah1. bagaimana yang akan dilakukan seseorang jika ia tahu bahwa kesempurnaan hakiki hanya milik allah2. ilmu untuk mempercayai kebenaran hakiki dari allah disebut​3. hak dasar paling hakiki yang dimiliki manusia adalah​4. apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki5. Hak yang paling hakiki dan dimilikimanusia sejak lahir disebut ....​6. hak asasi paling hakiki yang dimiliki oleh manusia adalah7. Jelaskan siapakah yang di maksud dengan manusia hakiki yang akan kembali menghadap allah8. Apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki?9. ukuran kebenaran hakiki adalah sesuai dengan10. Jelaskan siapakah yang di maksud dengan manusia hakiki yang akan kembali menghadap allah11. hak dasar paling hakiki yang dimiliki manusia adalah12. hak dasar paling hakiki yang di miliki manusia13. apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki ?14. bantu ntr saya follow25 tugasnyamakna kalimat zikir tsb adalah... a. allah maha besar atas segala ciptaan nyab. kesucian yg hakiki hanya milik allahc. tiada yg patut disembah melainkan allahd. segala pujian hanya milik allah​15. benarkah akal manusia secara independen dapat menemukan kebenaran yang hakiki???16. Mengapa iman kepada rasul-rasul allah menjadi kewajiban hakiki bagi setiap muslim17. pengadilan allah yang hakiki di alam akhirat disebut 18. mengenal Allah melalui asma Allah bahwa Allah sajalah wujud Hakiki dan pelaku mutlak dalam ajaran tarekat suhrawardi disebut​19. apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki ?20. hak yang paling hakiki dam dimiliki manusia sejak lahir disebut ....​ 1. bagaimana yang akan dilakukan seseorang jika ia tahu bahwa kesempurnaan hakiki hanya milik allah Caranya ia harus mensyukuri segala sesuatu apa yang telah diberikan oleh allah 2. ilmu untuk mempercayai kebenaran hakiki dari allah disebut​Jawabanilmu tauhid, ilmu agama. Maaf kalau salahPenjelasan 3. hak dasar paling hakiki yang dimiliki manusia adalah​JawabanHak dasar manusia yg paling hakiki adalah hak untuk hidup,memeluk agama. Hak dasarhak asasi manusia yg dimiliki manusia sejak lahir adalah hak untuk hidup manusia dapat melakukan kewajiban dan mendapatkan hak-haknya. 4. apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki kebenaran ilmiah itu adalah kebenaran yang ditemukan melalui budidaya manusia, dalam kata lain kebenaran tersbeut diperoleh melalui berbagai uji coba dan penelitian. sedangkan kebenaran hakiki adalah kebenaran yang di akui, kebenaran yang tampak, kebenaran yang sebelumnya yang tanpa melalui uji coba atau penelitian kita udah mengetahuinya. 5. Hak yang paling hakiki dan dimilikimanusia sejak lahir disebut ....​Jawabanhak asasi manusiaPenjelasanHak Asasi Manusia HAM adalah hak dasar yang dimiliki oleh manusia sejak lahir. HAM berlaku kapan pun, di mana pun dan kepada siapa pun. HAM tidak dapat diganggu gugat dan tidak bisa dicabut karena merupakan anugrah yang dimiliki setiap manusia. 6. hak asasi paling hakiki yang dimiliki oleh manusia adalah Hak hidup, hak kebebasan, hak memiliki sesuatu 7. Jelaskan siapakah yang di maksud dengan manusia hakiki yang akan kembali menghadap allah manusia yang menyembah Allah dengan sebaik-baiknya penyembahan 8. Apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki? Kebenaran Ilmiah adalah Kebenaran yang ditemukan melalui budi daya manusia. Melalui berbagai uji coba dan penelitian sehingga akhirnya membentuk satu sikap, bahwa kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang sesungguhnya. Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang hakiki sedangkan Kebenaran Hakiki adalah kebenaran yang diakui oleh siapapun, inilah kebenaran yang sebenarnya. Akan tetapi, kebenaran ini belum pernah tersentuh, belum pernah terjamah dan belum pernah dimengerti juga belum pernah dibuktikan. Kebenaran dengan segala misteri yang ada didalamnya, menyatu dengan hati nurani. 9. ukuran kebenaran hakiki adalah sesuai denganUkuran kebenaran hakiki adalah sesuai dengan HUKUM ALLAH SWT. Dalam islam, kita meyakini bahwa kebenaran hakiki hanyalah bersumber dari Allah SWT saja, dengan demikian maka ukuran-ukurannya yang paling mudah dimengerti adalah sesuai dengan apa-apa yang disebutkan di dalam Al-Quran yang berisi kalam Allah SWT.» PembahasanAllah SWT sendiri di dalam Al-Quran sering disebut dengan AL-HAQ yang artinya adalah Maha Benar. Maha Benar artinya bahwa Allah SWT adalah sumber kebenaran yang hakiki, kebenaran yang sempurna dan tidak ada cacat di dalamnya walau sedikit kebenaran Allah SWT yang hakiki ini disebutkan dalam banyak surah di dalam Al-Quran yang salah satunya adalah SURAH YUNUS AYAT 32 yang bunyinya adalah sebagai berikutفَذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبُّكُمُ ٱلۡحَقُّۖ فَمَاذَا بَعۡدَ ٱلۡحَقِّ إِلَّا ٱلضَّلَٰلُۖ فَأَنَّىٰ تُصۡرَفُونَ“Maka Dzat yang demikian itulah Allah, Rabb kamu yang sebenarnya. Maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan dari kebenaran?”» Pelajari Lebih Lanjut Materi tentang kebenaran hakiki tentang kebenaran ilmiah • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •» Detil JawabanKode 1 SMPMapel Pendidikan Agama IslamBab Iman Kepada Allah SWTKata Kunci Kebenaran, Benar, Hakiki, Al-Haq 10. Jelaskan siapakah yang di maksud dengan manusia hakiki yang akan kembali menghadap allahYang dimaksud dengan manusia hakiki yang akan kembali menghadap Allah SWT adalah manusia yang pada hakekatnya adalah ciptaan Allah SWT, kembali tanpa membawa apapun dari dunia sama seperti ketika ia terlahir dengan tidak membawa apapun ke dunia.» PembahasanManusia adalah makhluk Allah SWT yang terbuat dari tanah juga air. Manusia, sama seperti makhluk Allah lainnya, adalah fana. Bahwa manusia sudah pasti akan mati, sebab di dunia ini hanya Allah SWT saja yang abadi dan kekal. Matinya manusia ini adalah jalan kembali kepada Allah yang hakiki adalah manusia yang tak akan membawa apapun di dunia kecuali amalan shaleh yang telah ia perbuat. Manusia dan kedudukan serta hartanya di dunia tak akan pernah bisa menolongnya di hari pembalasan kelak. Namun amal shaleh setia menyertai langkahnya dan menjadi syafaat bagi dirinya di hari penghakiman.» Pelajari Lebih Lanjut Materi tentang sifat hakiki manusia tentang manusia kembali kepada Allah SWT • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •» Detil JawabanKode 1 SMPMapel Pendidikan Agama IslamBab Beriman Kepada Allah SWTKata Kunci Hakiki, Manusia, Kembali, Mati, Fana 11. hak dasar paling hakiki yang dimiliki manusia adalah HAMHak Asasi Manusiahak asasi manusiayg harus dilindungi dan diperjuangkan 12. hak dasar paling hakiki yang di miliki manusia Hak Azasi Manusia............hak untuuk hiduuuuuup 13. apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki ? kelas SMApelajaran Biologikatagori optikata kunci kebenaransaya bantu menjawab ya dekperbedaannya adalahkebenaran ilmiah adalah kebenaran yang diperoleh dengan menggunakan bukti dan uji teori yang merupakan usaha manusiakebenaran hakiki adalah kebenaran yang diyakini itu adalah benar, baik dengan maupun tanpa uji teoridemikian jawabannya. semoga membantu ya dekselamat belajar. 14. bantu ntr saya follow25 tugasnyamakna kalimat zikir tsb adalah... a. allah maha besar atas segala ciptaan nyab. kesucian yg hakiki hanya milik allahc. tiada yg patut disembah melainkan allahd. segala pujian hanya milik allah​Jawabanc. kesucian yang hakiki hanya milik allahPenjelasan semoga membantu jangan lupa follow dan jadikan jawaban tercerdas ya ❤ 15. benarkah akal manusia secara independen dapat menemukan kebenaran yang hakiki??? tidak atau ya mohon maaf kalau salahIya bener Semoga bermanfaat yaMaaf kalau salah 16. Mengapa iman kepada rasul-rasul allah menjadi kewajiban hakiki bagi setiap muslimJawabanMengimani rasul-rasul Allah Swt. merupakan kewajiban hakiki bagi seorang muslim karena merupakan bagian dari rukun iman yang tidak dapat perwujudan iman tersebut, kita wajib menerima ajaran yang dibawa rasul-rasul Allah Swt. 17. pengadilan allah yang hakiki di alam akhirat disebut Bismillah Adalah HISABHisab. Semua amal baik dan buruk akan dihitung, lalu ditimbang di Mizan timbangan. 18. mengenal Allah melalui asma Allah bahwa Allah sajalah wujud Hakiki dan pelaku mutlak dalam ajaran tarekat suhrawardi disebut​ Ma'rifah, yaitu mengenal Allah melalui sifat-sifat Allah dalam bentuk terinci dengan memahami bahwa Allah saja-lah Wujud Hakiki dan Pelaku Mutlak, seperti memahami wujud Allah melalui kejadian dan musibahJawabanMa'rifah, , ,Penjelasan mengenal Allah melalui sifat-sifat Allah dalam bentuk terinci dengan memahami bahwa Allah saja-lah Wujud Hakiki dan Pelaku Mutlak, seperti memahami wujud Allah melalui kejadian dan musibahMaafkalausalah... 19. apakah yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah dan apa perbedaannya dengan kebenaran hakiki ? menurut saya, kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang dibuktikan dengan serangkaian metode ilmiah. sedangkan kebenaran hakiki adalah kebenaran yang abadi dan emang sudah terbukti 20. hak yang paling hakiki dam dimiliki manusia sejak lahir disebut ....​Hak hakiki manusia sejak lahir hingga besaradalah hak untuk hidupJawabanHAM Hak Asasi ManusiaPenjelasan_Semoga membantu_

Kebenaranitu milik Allah bukan milik produk pemikiran manusia. Sehebat apa pun cara orang berpikir tidaklah disebut hasil pemikirannya adalah kebenaran. Sekalipun yang dirujuk ayat-ayat Allah, bila tercampur dengan hasil olahan akal pikiran, maka keluarannya (output) tetap masih tidak dapat disebut sebagai kebenaran.

Seandainya saja Al Qur’an mampu berkata-kata layaknya manusia, “MUNGKIN” ia akan berkata “Wahai para pencintaku, para penggemar ilmu yang selalu mempelajari aku, membacaku, membuka lembaran demi lembaranku setiap harinya.. janganlah pernah berhenti mempelajariku…… kenali aku…… pahami aku….” “Janganlah pernah merasa puas atas nilai kebenaran yang kalian peroleh melalui aku saat ini,.. karena sesungguhnya nilai kebenaran yang kalian peroleh, belumlah menggapai kebenaran yang Hakiki, jauh penggemarku…… masih sangat jauh. Bukankan kebenaran yang Hakiki hanya milik ALLAH semata?” “Mohon maaf para penggemarku, aku hanya mampu mengarahkan dan mendekatkan kalian kepada kebenaran yang Hakiki, tapi aku tak mampu membuat kalian untuk meraihnya secara utuh” “Walaupun seluruh pepohonan di muka bumi ini di jadikan pena dan tujuh lautan dijadikan sebagai tinta, bahkan bila ditambahkan sebanyak itu pula… Tak akan penah habis hikmah ilmu dan khazanah yang terkandung di dalamku tuk kalian raih kepahamannya..” “Sekali lagi penggemarku, kebenaran Hakiki hanyalah milik ALLAH dan tak satupun makhluk yang mampu menggapainya secara utuh. Untuk itu janganlah kalian merasa paling pintar.. paling benar… mudah menyalahkan pendapat orang lain, dengan dalil ayat-ayat yang terkandung di dalamku… jangan sekali-kali pencintaku… Karena bila itu terjadi… maka kalian akan terpecah belah menjadi banyak golongan dan kalian akan saling bermusuhan.. saling bertikai bahkan saling menghabisi satu sama lainnya. Bukankah itu yang terjadi saat ini..?” “Wahai penggemarku… keberadaanku, bukanlah untuk menjadi mudarat bagi alam semesta ini. Sadarilah wahai penggemarku, perbedaan yang terjadi diantara kalian dalam memahamiku adalah merupakan bukti nyata.. betapa terbatasnya kemampuan kalian tuk memahamiku. Bila untuk memahamiku saja kalian tak mampu, bagaimana mungkin kalian akan mampu menggapai segala ke “Maha” an NYA ???” “Keberadaanku adalah sebagai penebar keselamatan di alam semesta ini.. pembawa rahmat bagi sekalian alam.. bukan penebar ketidak nyamanan.. bukan pencipta kegelisahan.. bukan pemecah belah di antara kalian.. bukaan.. sama sekali bukaan..!! Bagaimana mungkin tuk hal yang sangat sederhana ini saja, kalian tak mampu memahaminya..? Apakah yang ada di benak kalian.. sehingga walaupun kalian sudah mempelajariku, namun… kalian acapkali bertindak bertentangan dengan peruntukkanku di alam semesta ini..?” Seandainya saja Al Qur’an mampu berkata-kata layaknya manusia, “MUNGKIN” ia akan berkata “Wahai manusia yang teramat sangat kucintai.. sebenarnya.. cukuplah kalian ikuti saja bimbinganku, arahanku, untuk mengenali diri kalian sendiri lebih mendalam, tentang keberadaan kalian, tentang peruntukan kalian diciptakan.. serta tentang beban amanah apa yang kalian emban dan wajib jalankan, sebelum hayat berakhir meninggalkan dunia ini. Dan bila kalian isqamah mengikuti bimbinganku tuk memahami dan mengenali tentang diri kalian sendiri.. niscaya kelak kalian akan lebih memahami dan mengenali akan Tuhan kalian yang sebenarnya.. ALLAH SWT, Pencipta kalian semua” “Ooooh… penggemarku … kalian terlalu muluk … sangat terlalu muluk bila kalian telah merasa mendapatkan kebenaran yang Hakiki, dan kalian memutuskan untuk berhenti mempelajariku.. memahamiku…” “Jangan lakukan itu penggemarku, jangan lakukan… pelajari aku terus, kenali aku terus… pahami aku terus…. amalkanlah segala yang telah kalian pahami.. Karena bila kalian berhenti mempelajariku dan telah merasa mendapatkan kebenaran yang Hakiki, aku khawatir kalian akan menjadi takabur.. arogan.. sombong. Aku sangat yakin, seyakin-yakinnya itulah kesesatan yang teramat besar !!! layaknya syaitan yang sombong dan terkutuk selamanya dan akan menjadi penghuni abadi di neraka jahanam” Seandainya saja Al Qur’an mampu berkata-kata layaknya manusia, “MUNGKIN” ia akan berkata “Wahai manusia.. bersyukurlah atas ke Islaman kalian yang sudah terbawa sejak lahir.. karena apabila kalian istiqamah dalam menjalankan shalat.. paling tidak sebanyak 9 kali dalam sehari di waktu-waktu shalat, kalian bersyahadat.. menyatakan kesaksian bahwa tiada tuhan selain ALLAH dan Rasulullah Muhammad saw sebagai utusan yang membawa risalah yang terkandung di diriku..” “Namun.. realitanya bagaimana dengan wujud nyata atas kesaksian kalian tersebut..? apakah kesaksian kalian sudah terwujud kedalam sikap.. untuk membacaku dan mempelajari aku sebagai kumpulan firmanNYA yang mampu menghantarkan kalian kepada petunjuk yang benar dalam menggapai ridhaNYA ? Apakah kesaksian kalian atas Rasulullah Muhammad saw, sudah terwujud kedalam sikap.. untuk membacaku dan mempelajari aku sebagai risalah yang beliau sampaikan kepada kalian agar terselamatkan di dunia maupun akhirat ? Yaa.. dengan mempelajari aku.. memahami aku.. adalah sebuah cara yang tepat dalam memperbaiki kualitas ke Islaman dan syahadat kalian semua” Seandainya saja Al Qur’an mampu berkata-kata layaknya manusia, “MUNGKIN” ia akan berkata “Wahai manusia.. dalam sehari.. paling tidak 17 kali dalam shalat kalian membaca bagian dariku yaitu surat “Al Faatihah” dan berdoa meminta ditunjuki kepada jalan yang lurus. Tidakkah kalian sadar, bahwa jalan yang lurus sebenarnya sudah ALLAH sediakan melalui aku.. kumpulan dari segala petunjukNYA, yang tidak ada keraguan di dalamnya bagi orang-orang yang bertaqwa..?? Lantas mengapa engkau masih saja belum tergerak atau enggan mencari petunjuk yang telah disediakan di dalam diriku ?” Yaa.. memang salah satu namaku adalah Al Hudaa, petunjuk atas segala problematika yang ada di alam semesta ini bahkan tuk pencapaian kebaikan akhirat sekalipun ada di dalam diriku, dan itu semuanya DIA sediakan dan peruntukkan bagi kalian semua. Sadarilah itu.. Wujudkanlah permintaan dan doa kalian dalam shalat itu dengan membaca aku, mempelajari aku, memahami aku, demi meraih petunjuk jalan yang lurus atas segala hal dan masalah yang kalian hadapi” Seandainya saja Al Qur’an mampu berkata-kata layaknya manusia, “MUNGKIN” ia akan berkata “Wahai… sebagian manusia yang belum muncul kecintaannya padaku… seandainya kalian Islam.. mengapa kalian belum juga menyentuh diriku.. membuka lembaran demi lembaran diriku.. bencikah kalian pada ku..? Tidak rindukah kalian kepadaku, sang kitab termulia yang pernah ada di sepanjang zaman ? “Berapa saat kah dalam keseharian kalian teringat akan aku.. terbersit tentang keutamaanku.. pernahkah kalian sempatkan sedikit waktu saja tuk menyentuhku.. melihatku.. membacaku ? Ketahuilah.. aku sangat merindukan kalian.. teramat sangat rindu..” “Ketika aku akan diturunkan kemuka bumi ini, betapa ALLAH telah mempersiapkan segala kondisi yang terbaik untukku.. IA pilihkan waktu terbaik diantara seluruh waktu yang pernah ada tuk menurunkanku.. Lailatul Qadr..” “IA pilihkan panglima malaikat tertinggi tuk membawa aku ke permukaan bumi ini.. Jibril yang perkasa..” “IA pilihkan sosok manusia terbaik sepanjang masa tuk menerima kehadiran ku.. baginda Rasulullah Muhammad saw.. yang dengan segala pengorbanan harta, jiwa dan raga serta waktu dalam hidupnya, ia persembahkan demi sampainya aku kepada kalian semua.. begitu pula dengan para sahabatnya yang begitu setia, mulia dan total dalam memperjuangkan keberadaanku agar sampai kepada era kalian saat ini” “Entah sudah berapa banyak nyawa para pejuang Islam yang sudah mengorbankan dan merelakan jiwanya demi memperjuangkan syiar akan keberadaanku, sehingga sampailah aku kepada masa kalian saat ini..” “Dengan segala keutamaan pristiwa diturunkannya aku ke muka bumi ini dan perjalanan sejarah yang luar biasa itu.. Lantas mengapa dengan mudah dan ringannya kalian tak pedulikan aku..? memandang sebelah mata padaku..?” Seandainya kalian tau, bagaimana kelak aku akan dapat menerangi dan melapangkan makam kalian.. membela kalian di hari perhitungan kelak.. tentu kalian akan menghampiriku waktu demi waktu.. membawaku kemana kalian pergi.. Tapiiii.. bagaimana aku akan mampu melakukan semua itu.. tanpa munculnya kecintaan kalian pada ku..??” Seandainya saja Al Qur’an mampu berkata-kata layaknya manusia, “MUNGKIN” ia akan berkata “Wahai manusia.. teramat sangat banyak sebenarnya yang ingin ku sampaikan kepada kalian semua, seandainya aku diberikan kemampuan bicara layaknya kalian.. yang dapat didengar dengan jelas ditelinga.. tentunya aku tak akan pernah bosan tuk menasehati.. mengingatkan.. dan membimbing kalian semua, sepanjang hari tanpa henti.. demi menuju kepada keridhaanNYA” “Aaah sudahlah… nyatanya.. sampai dengan saat ini…. aku tidak diberikan kemampuan untuk berkata-kata seperti layaknya kalian.. yang setiap waktu bisa didengarkan ditelinga manusia… ini hanyalah sebuah kemungkinan.. seandainya…. seandainya saja aku Al Qur’an mampu berkata-kata layaknya kalian wahai manusia…” PENULIS Aku yang tersesat dan merindukan suara Al Quran tuk membimbingku JANGAN KLIK DISINI

Kebenaranmutlak adalah kebenaran yang hakiki dan sejati, sesuatu yang dapat melihat dan menyatakan keseluruhan realitas secara objektif, apa adanya. Kebenaran mutlak ini harus hanya ada satu saja dan merupakan suatu acuan atau standar bagi apa yang disebut dengan kebenaran relatif. Kebenaran mutlak itu mempunyai sifat universal ( berlaku bagi

In the development of science, some philosophers view of the truth only limit on logic or rational human being, but there is a larger space than the concentration of human logic, sometimes too freely in determining the truth. It is no good if the logic of science is not based on the values that must be adhered to, especially the spiritual. the author tries to review the position in the development of spiritual values to achieve a philosophical truth, using the Conceptual Approach. To sort out whether it is the content of knowledge, must originate in the theories of knowledge truth. Thinking is a human activity to find the truth. Order thinking discussed in a rational approach, using a specific sense to study the broadest philosophical. In this concept, the value could be in the position before thinking, in the sense of thinking as a foothold, could also be in a position after the thought, in the sense of thinking that will be used in any function. In the position before thinking, then the value will be conceptualized as the base method to be used for philosophizing is true. This is under the directive on religious truth. In the realm of religious truth, the principles that are perceived as spiritual. As being a seeker of truth, man can seek and find the truth through religion. Not only boxed in on the study, which is a particular religion, but appears to be a universal truth. A. Pendahuluan Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani "philosophia" dari kata "philos" artinya cinta dan "Sophia" artinya pengetahuan yang bijaksana. Manakala seandainya jika disepakati dengan suatu konsep bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan. 1 Perkembangan Filsafat dalam konteks ilmu pengetahun tidak terlepas dari berbagai pendapat yang mengkonsepkan bagian-bagian dalam kajiannya. Filsafat dikatakan sebagai mother of science-induk dari segala ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya melahirkan cabang-cabang ilmu, yang berkembang menjadi ranting-ranting ilmu, sub-ranting ilmu. Salah satu bagian terpentingnya bisa disebut dengan filsafat ilmu. Letak filsafat ilmu dalam perkembangannya juga tercatat sebagai awal mula perkembangan filsafat kearah logika dalam rangka mencari kebenaran. Kemudian dalam perkembangannya lagi ilmu menjadi semakin spesifik dan teknis yang bergerak sendiri-sendiri yang tidak saling menyapa. Dalam 1 Abdul Munir Mulkan, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta Sipress, 1993, Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free NILAI DALAM KEBENARAN YANG HAKIKI Pengembangan Ilmu Berbasis Nilai Spiritual Sinung Mufti Hangabei Universitas Muhammadiyah Bengkulu sinungmufti Abstract In the development of science, some philosophers view of the truth only limit on logic or rational human being, but there is a larger space than the concentration of human logic, sometimes too freely in determining the truth. It is no good if the logic of science is not based on the values that must be adhered to, especially the spiritual. the author tries to review the position in the development of spiritual values to achieve a philosophical truth, using the Conceptual Approach. To sort out whether it is the content of knowledge, must originate in the theories of knowledge truth. Thinking is a human activity to find the truth. Order thinking discussed in a rational approach, using a specific sense to study the broadest philosophical. In this concept, the value could be in the position before thinking, in the sense of thinking as a foothold, could also be in a position after the thought, in the sense of thinking that will be used in any function. In the position before thinking, then the value will be conceptualized as the base method to be used for philosophizing is true. This is under the directive on religious truth. In the realm of religious truth, the principles that are perceived as spiritual. As being a seeker of truth, man can seek and find the truth through religion. Not only boxed in on the study, which is a particular religion, but appears to be a universal truth. Keywords Value, Truth, Spiritual. A. Pendahuluan Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani “philosophia” dari kata “philos” artinya cinta dan “Sophia” artinya pengetahuan yang bijaksana. Manakala seandainya jika disepakati dengan suatu konsep bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu Filsafat dalam konteks ilmu pengetahun tidak terlepas dari berbagai pendapat yang mengkonsepkan bagian-bagian dalam kajiannya. Filsafat dikatakan sebagai mother of science - induk dari segala ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya melahirkan cabang-cabang ilmu, yang berkembang menjadi ranting-ranting ilmu, sub-ranting ilmu. Salah satu bagian terpentingnya bisa disebut dengan filsafat ilmu. Letak filsafat ilmu dalam perkembangannya juga tercatat sebagai awal mula perkembangan filsafat kearah logika dalam rangka mencari kebenaran. Kemudian dalam perkembangannya lagi ilmu menjadi semakin spesifik dan teknis yang bergerak sendiri-sendiri yang tidak saling menyapa. Dalam Abdul Munir Mulkan, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta Sipress, 1993, 2 perkembangannya banyak sekali permasalahan mendasar muncul yang menyebabkan ilmu semakin jauh dari hakekatnya. Kaelan dalam tulisannya menjelaskan filsafat mempunyai dua pengertian Pertama filsafat sebagai produk mengandung arti filsafat sebagai jenis ilmu pengetahuan, konsep-konsep, teori, sistem aliran yang nerupakan hasil proses berfilsafat. Kedua filsafat sebagai suatu proses dalam hal ini filsafat diartikan sebagai bentuk aktivitas berfilsafat sebagai proses pemecahan masalah dengan menggunakan cara dan metode dasarnya filsafat dapat dibagi menjadi tiga garis besar yaitu teori pengetahuan epistemologi, teori hakikat ontology, dan teori nilai aksiologi. Menurut beberapa ahli ketiga bidang filsafat tersebut secara terperinci dapat dibagi lagi berdasarkan pembahasannya yaitu 1. Bidang ontology mempermasalahkan a. Apakah hakikat yang ada being, sein b. Apakah yang ada itu sesuatu yang tetap, abadi atau terus menerus berubah c. Apakah yang ada itu sesuatu yang abstrakuniversal atau yang konkrit individual. 2. Bidang epistemoligi mempermasalahkan a. Apakah sarananya dan bagaimana caranya untuk mempergunakan sarana itu guna mencapai pengetahuan, kebenaran atau kenyataan akal, akal budi, atau kombinasinya. b. Apakah tolak ukur bagi sesuatu yang dinyatakan sebagai yang benar dan yang nyata yang terus menerus dicari oleh ilmu pengatahuan. 3. Bidang aksiologi mempermasalahkan a. Nilai dan norma b. Apa makna dan tujuan hidup ini dan nilai-nilai mana yang secara imperatif harus dipenuhi. Membuat jarak antara ilmu keagamaan dan ilmu sekuler akan menyeret kewilayah pembenaran dikotomisme ilmu pengetahuan yang sesungguhnya tidak ada dalam kamus Islam. Krisis masyarakat barat yang dianggap sebagai kegagalan peradaban modern karena pemikiran modern telah memisahkan spiritualisme dengan segala aspeknya dalam satu kesatuan kehidupan dan pembangunan peradaban Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan didefinisikan sebagai kepercayaan yang benar knowledge is justified true belief. Pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar maka bukan pengetahuan tetapi kekeliruan atau kontradiksi. Pengetahuan merupakan hasil suatu proses atau pengalaman yang sadar. Kaelan, Pancasila Yuridis Kenegaraan, Liberty, Yogyakarta, 1987, hlm. 6-7 Absori, Materi Kuliah Filsafat Ilmu, Program Doktor Ilmu Hukum Univeritas Muhammadiyah Suarakarta, 2016 Slamet Ibrahim, Pengetahuan Dasar Tentang Filsafat Ilmu dan Pengetahuan, Institut Teknik Bandung, Bandung, 2008 3 Pengetahuan knowledge merupakan terminology generic yang mencakup seluruh hal yang diketahui manusia. Dengan demikian pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan, dan intuisi yang mampu menangkap alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pengembangan ilmu, beberapa pandangan filusuf tentang kebenaran hanya membataskan pada logika/rasional manusia, padahal ada ruang yang lebih besar dibandingkan pemusatan logika manusia yang terkadang terlampau bebas dalam menentukan kebenaran. Tidaklah menjadi baik, apabila logika keilmuan tidak didasarkan pada nilai-nilai yang harus dipatuhi, terutama nilai yang bersifat spiritual. Apakah manusia dengan penalaran tinggi lalu makin berbudi atau sebaliknya makin cerdas maka makin pandai pula berdusta. Oleh karena itu perlu ditetapkan pola pikir yang tepat menuju kebenaran yang hakiki. Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis mencoba mengkaji kedudukan nilai spiritual dalam pengembangan ilmu guna mencapai kebenaran yang hakiki. B. Metode Penelitian Metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang metoda-metoda penelitian, ilmu tentang alat-alat dalam penelitian. Di lingkungan filsafat, logika dikenal sebagai ilmu tentang alat untuk mencari kebenaran. Bila ditata dalam sistematika, metodologi penelitian merupakan bagian dari penulisan makalah ini, penulis mencoba mengkaji pengembangan ilmu berbasis nilai spiritual dalam rangka mencapai kebenaran hakiki dengan mengunakan Pendekatan Konseptual. Subjek penelitian singkat dalam paper ini adalah mengenai konsep-konsep pemikiran dalam filsafat ilmu terutama yang concern terhadap orientasi kebenaran yang bersifat spiritual. Data atau bahan yang dikaji adalah data kepustakaan. Agar dapat memberikan interpretasi tepat mengenai pemikiran ahli atau tokoh tersebut, maka konsep-konsep pemikiran dalam filsafat ilmu tersebut dikaji menurut keselarasannya satu sama lain. Selanjutnya ditetaptkan pemikiran yang mendasar guna mencari konsep yang tepat guna menjawab permasalahan yang dikaji dalam makalah atau paper ini. C. Hasil dan Pembahasan Banyak ilmuwan yang sepakat, bahwa ilmu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan objek tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis, empiris, umum, dan akumulatif. Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena bermacam-macam pandangan dan teori epistimologi, diantaranya pandangan Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi. Menurut Decartes ilmu pengetahuan merupakan Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama Edisi III, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1996, Hlm. 4 4 serba budi; oleh Bacon dan David Home diartikan sebagai pengalaman indera batin; menurut Immanuel Kant pengetahuanmerupakan persatuan antara budi dan pengalaman. Dan teori Phyroo mengatakan, bahwa tidak ada kepastian dalam pengetahuan. Dari berbagai macam pandangan tentang pengetahuan diperoleh sumber-sumber pengetahuan berupa ide, kenyataan, kegiatan akal-budi, pengalaman, sintesis budi, atau meragukan karena tidak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang Ilmiah atau Ilmu Science pada dasarnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan sehari-hari yang dilanjutkan dengan suatu pemikiran cermat dan seksama dengan menggunakan berbagai metode. Untuk membuktikan apakah isi pengetahuan itu benar, perlu berpangkal pada teori-teori kebenaran pengetahuan. Teori pertama bertitik tolak adanya hubungan dalil, di mana pengetahuan dianggap benar apabila dalil proposisi itu mempunyai hubungan dengan dalil proposisi yang terdahulu. Kedua, pengetahuan itu benar apabila ada kesesuaian dengan kenyataan. Teori ketiga menyatakan, bahwa pengetahuan itu benar apabila mempunyai konsekuensi praktis dalam diri yang mempunyai pengetahuan ilmu akan berhadapan dengan objek yang merupakan bahan dalam penelitian, meliputi objek material sebagai bahan yang menjadi tujuan penelitian bulat dan utuh, serta objek formal, yaitu sudut pandangan yang mengarah kepada persoalan yang menjadi pusat perhatian. Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan objektif diperlukan sikap yang bersifat ilmiah. Bukan membahas tujuan ilmu, melaikan mendukung dalam mencapai tujuan dari ilmu itu sendiri, sehingga benar-benar objektif, terlepas dari prasangka pribadi yang bersifat subjektif. Terlepas dari itu semua, dalam memahami dan menemukan kebenaran ilmu harus dikembangkan dalam koridor sipritual. Nilai yang dikonsepsikan berada pada dimensi transendetal harus ikut ambil bagaian dalam perwujudan kebenaran ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan. Menurut Suhirman Djirman untuk memahami hidup dan kehidupan peradaban manusia yang komplek ilmu pemikiran manusia perlu dikonstruksi ulang dengan pendekatan merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran. Perintah berfikir dijelaskan dalam pendekatan rasional, dengan menggunakan akal pikiran yang secara spesifik menjadi kajian filosofis dengan seluas-luasnya, jika dirujuk pada Al-Qur’an, secara etimologis, istilah aql, akal, dalam beragam bentuknya terulang sebanyak 49 semua kata yang terbentuk dari aql, dalam Al-Qur’an ditemukan dalam bentuk kata kerja. Ini artinya, Allah Ilmu Pengetahuan , Teknologi, dan Kemiskinan, Hlm. 187-188 Absori, Materi Kuliah Filsafat Ilmu, Program Doktor Ilmu Hukum Univeritas Muhammadiyah Suarakarta, 2016 Ali Audah, Konkordansi Quran, Mizan, Bandung, 1997, hlm. 644-645 dalam Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Pendekatan Tematik, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 66 5 sangat mengutamakan akal pikiran pada hamba-hamba-Nya dan lebih dari itu, akal pikiran harus senantiasa digunakan secara aktif agar mernafaat dan tidak dilihat dari berbagai pendapat filusuf tentang kebenaran maka salah satu bagiannya adalah teori kebenaran agama. Dalam Teori Kebenaran Agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebenaran, manusia dapat mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran. Teori Korespondensi milik Plato, Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang serasi dengan situasi aktual. Dalam Teori Koherensi Socrates, sesuatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas petimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya. Suatu teori dianggap benar apabila telah dibuktikan justifikasi benar dan tahan uji testable. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yang benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya. Dan terakhir ada Teori pragmatism the pragmatic theory of truth yang dikembangkan oleh John Dewey, yang menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan Ahmad Tafsir dalam kerangka berfikir ilmiah diuraikan sebagai berikuta. Yang logis ialah yang masuk akal b. Yang logis itu mencakup yang rasional dan supra-rasional c. Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan hukum alam d. Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun tidak sesuai dengan hukum alam. e. Istilah logis boleh dipakai dalam pengertian rasional atau dalam pengertian supra rasional. Sebagaimana pendapat Noeng Muhadjir, eksistensi kebenaran dalam aliran filsafat yang satu berbeda dengan aliran filasafat lainnya. Positivisme hanya mengakui kebenaran yang dapat ditangkap secara langsung atau tak langsung lewat indra. Idealisme hanya mengakui kebenaran dunia ide, materi itu hanyalah bayangan dari dunia ide. Sedangkan Islam berangkat dari eksistensi kebenaran bersumber dari Allah Swt. Wahyu merupakan eksistensi kebenaran yang mutlak benar. Eksisitensi wahyu merupakan kebenaran mutlak, epistemologinya yang Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Pendekatan Tematik, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 67 Dalam teori tersebut ada 4 teori kebenaran yaitu teori Korespondensi, Teori Koherensi, Teori Pragmatisme, dan Teori Kebenaran Illahiah atau agama. Slamet Ibrahim, Materi Pengetahuan Dasar Tentang Filsafat Ilmu dan Pengetahuan, ITB, Bandung, 2008 Ahmad Tafsir, Filasafat Ilmu, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 17 6 perlu dibenahi, juga model logika pembuktian kebenarannya. Model logika yang dikembangkan di dunia Islam adalah logika formal Aristoteles dengan mengganti pembuktian kebenaran formal dengan pembuktian materil atau substansial, dan pembuktian kategorik dengan pembuktian ialah sesuatu yang sahnya atau berlakunya mengatas dari pendapat, pandangan, perasaan, atau kemauan seseorang, mengatas dari psikologi subjektif, dan tak bergantung kepadanya. Jika yang dianggap benar hanya berdasarkan keadaan psikologi-subjektif seseorang, yakni yang berguna bagi kepentinganya sendiri, maka jelas kebenaran itu menjadi tak ada. Karena itu tidak mungkin orang menetapkan sesuka hatinya, apa kebenaran samasekali tak berdaya menghadapi kebenaran dalam hati, kita mungkin yakin bahwa kita dapat saja menolak atau menyangkalnya, akan tetapi kita tidak dapat mengubahnya. Kalau kebenaran tersebut dalam hati kita terima, tetapi menyusakan atau tak sedap dirasakan, maka direka-rekalah suatu kebenaran yang lebih berguna demi tercapainya hasrat dan tujuan kita. Akan tetapi kita telah berlaku tak adil terhadap diri sendiri, sehingga perbuatan seperti itu mempunyai kecenderungan merongrong atau melemahkan jiwa secara diam-diam tanpa kita Al-Qur’an Surat Al-Mu’minun ayat 71 2371 dijelaskan yang artinya “Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya kami Telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan Al Quran mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu”. Manusia membawa sejak lahir innate kata hati suara hati yang bersifat imperatif. Suara hati itu ialah suara yang selalu mengajak menjadi orang yang baik. Puncak kebaikan itu adalah Tuhan. Kembali pada teori Kebenaran Agama, bahwa guna memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai agama diperlukan model atau metode pemahaman yang tepat, jangan sampai pemahaman kebenaran tersebut menjadi terbalik. Sebagaimana integrasi ilmu dan nilai, menurut Ziauddin Sardar, yakni agar manusia dapat lebih arif dan bijak kepada alam, maka ilmu harus berpijak pada nilai yang berupa prinsip tauhid, prinsip khilafah dan amanat, dan prinsip integralistik yang dimaksud adalah model keilmuan yang disamping memiliki nilai dan ruh keislaman juga sekaligus relevan dengan kebutuhan umat Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Rake Sarasin, Yogyakarta, 2001 Soedewo Islam dan Ilmu Pengetahuan, Darul Kutubil Islamiyah, Jakarta, 2007, Hlm. 1-2 Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Tahles Sampai Capra Pengantar kepada Filsafat untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi, Rosda Karya, Bandung, 2000, hlm. 249. Absori, Materi Kuliah Filsafat Ilmu, Program Doktor Ilmu Hukum Univeritas Muhammadiyah Suarakarta, 2016 7 Islam dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang semakin teori tumbuh dan berkembang apa yang disebut dengan nilai-nilai sosial, yang dikonsepsikan sebagai nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. sebagai contoh, orang menganggap menolong memiliki nilai baik, sedang mencuri bernilai buruk. Nilai juga bisa diartikan sebagai pola keyakinan yang terdapat dalam sistem keyakinan suatu masyarakat tentang hal yang baik yang harus dilakukan dan hal buruk yang harus melihat pada terminologi aksiologi, maka akan ditemukan frasa axios yang menurut bahasa Yunani berarti nilai dan logos berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Sebagaimana Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Dalam definisi yang hampir serupa bahwa aksiologi ilmu pengetahuan membahas nilai-nilai yang memberi batas-batas bagi pengembangan definisi tersebut, sebenarnya dapat dilihat bahwa melalui aksiologi dalam filsafat terlihat jelas bahwa manusia harus mepertimbangkan-mempertimbangkan menilai mengenai perbuatannya, atau dengan konsep lain nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai atau apa yang dikaji. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Dalam konsep penulis, nilai ini bisa berada pada posisi sebelum berfikir, dalam arti sebagai pijakan berfikir, juga bisa berada pada posisi setelah hasil berfikir, dalam arti hasil berfikir tersebut akan digunakan dalam fungsi apa. M. Zainal Abidin, Filsafat Ilmu-Ilmu Keislaman Integralistik Studi Pemikiran Kuntowijoyo, Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin Vol. 13, No. 2, Juli 2014, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, IAIN Antasari Banjarmasin, hlm. 120 Nurul Zuriah, Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Jakarta, PT Bumi Aksara, 2008, Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan. 2003. Hlm. 234 Kamus Besar Bahasa Indonesia Ihsan Fuad, Filsafat Ilmu, Jakarta, Rineka Cipta, 2010, Hlm. 231 8 Pada posisi sebelum berfikir, maka nilai akan di konsepkan sebagai pangkal metode yang harus digunakan agar tujuan dalam berfilsafat itu benar. Hal ini sesuai dengan patokan pada kebenaran agama. Konsep tersebut seperti bangunan ilmu integralistik Kuntowijoyo, yang berangkat dari paradigma Islam sebagai pijakan, melalui proses yang disebut pengilmuan Islam. Pengilmuan Islam bertitik tolak dari Islam itu sendiri, yakni al-Qur’an sebagai basis pengembangan teori ilmu. Gagasan ini oleh Kuntowijoyo dipandang sebagai antitesis dari Islamisasi ilmu, sebuah proyek intelektual dari Barat ke dunia Islam, sedangkan pengilmuan Islam merupakan proyek intelektual dari dalam Islam ke dunia menegaskan bahwa sejatinya kebenaran itu apa yang datang dari Tuhan. Dengan bahasa lain, yakni teks wahyu Al-Qur’an yang disampaikan oleh Tuhan kepada baginda Nabi saw. Teori kebenaran menurut Kunto merupakan bagian dari akidah, karena ia termasuk hal-hal yang primer. Peradaban tauhid theocentric civilization bersandar pada ketentuan-ketentuan Tuhan untuk yang primer, selebihnya ada kebebasan penuh bagi kreativitas manusia untuk hal-hal yang sifatnya sekunder seperti urusan teknis, strukturasi politik, dan masalah ranah kebenaran agama, nilai dipersepsikan sebagai prinsip yang sifatnya spiritual. Sebagai makhluk pencari kebenaran, manusia dapat mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Bukan hanya terkotakkan pada bagian yang dikaji, yaitu agama tertentu, namun akan muncul kebenaran yang bisa bersifat universal. Prinsip-prinsip dalam kebenaran agama harus dianggap mutlak, sebagaimana kalimat pada paragraf sebelumnya yang menyatakan bahwa, Islam berangkat dari eksistensi kebenaran bersumber dari Allah SWT. Wahyu merupakan eksistensi kebenaran yang mutlak benar. Eksisitensi wahyu merupakan kebenaran mutlak. Maka tidak ada keraguan padanya. Mengkatualisasikan pendekatan spiritual ini, dapat diaplikasikan atau diimplementasikan dengan mencari-cari nilai-nilai yang tercermin dan telah dituliskan dalam kitab suci Al-Qur’an. Kebeneran mutlak menurut Popper berada pada dunia objektif; sedangkan menurut Noeng Muhadjir, kebenaran mutlak adalah milik Allah SWT. Dalam konteks berfikir Popper tugas kita berilmu pengetahuan adalah berupaya mendekati kebenaran mutlak yang berada pada dunia objektif diberangkatkan dari teori besar yang diasumsikan menyatakan dunia objektif yang teratur dan diuji dengan logika deduktif probailistik serta teknik uji lewat uji falsifikasi. Dalam konteks berfikir transendensi tersebut, Noeng Muhadjir berupaya mendekati kebenaran mutlak dengan metoda tematik atau tafsir maudhui, yaitu Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu Epistemologi, Metodologi, & Etika,Teraju, Jakarta, 2005. 9 dengan cara menghimpun nashdari Qur’an dan Hadits yang relevan dengan teori yang hendak upaya mengimplemantasikan pengilmuan Islam, Kuntowijoyo menawarkan dua langkah yang harus diambil, yakni integralisasi dan objektifikasi. Integralisasi adalah pengintegrasian kekayaan keilmuan manusia dengan wahyu petunjuk Allah dalam Al-Qur’an beserta pelaksanaannya dalam sunnah Nabi. Sementara, objektifikasi adalah menjadikan pengilmuan Islam sebagai rahmat untuk semua orang rahmatan lil’âlamîn.Kita harus menyakini bahwa dalam agama terdapat ilmu, begitu juga dalam berilmu sangat diperlukan agama. Hal ini sebagaimana pandangan Fazlur Rahman, bahwa dari sudut pandang Islam, ilmu sudah terkandung secara esensi dalam Al-Qur’an. Beragama berarti berilmu, dan berilmu berarti beragama. Karena itu tidak ada dikotomi antara agama dan sebagai kebenaran transendental memberikan ayat bukti, isyarah, hudan pedoman, dan/atau rahmah kepada hidup keseharian, manusia dalam berhubungan dengan alam, sesama manusia, dan dalam hubungan dengan Allah. Ilmu tanpa bimbingan wahyu hanya akan menyebabkan kerusakan yang dasyat. Oleh karena itu, ilmu dan Islam tidak bisa terlepas dari Sardar menguraikan, bahwa istilah yang paling tepat dalam mendefinisikan pengetahuan knowledge, menurut Islam, adalah al-ilm, yang memiliki dua komponen. Pertama, bahwa sumber asli seluruh pengetahuan adalah wahyu atau Al-Qur’an di sinilah terletak kebenaran absolut. Kedua, bahwa metode mempelajari pengetahuan yang sistematis dan koheren semuanya sama-sama valid; semuanya menghasilkan bagian dari satu kebenaran dan realitas, bagian yang sangat bermanfaat untuk memecahkan masalah yang sedang dalam kebenaran layaknya wahyu dalam ilmu, dalam berfikir diperlukan garis penuntun. Objek ilmu dalam epistimologi Islam tidak semata-mata realitas fisik, namun juga mengakui status ontologis dari hal-hal metafisik sebagi hal yang mungkin diketahui oleh manusia. Sumber-sumber ilmu dalam epistimologi Islam terdiri dari 1 wahyu, berupa Al-Qur’an dan Hadits Dalam Bukunya, Noeng Muhadjir menjelaskan bahwa paradigma tata fikir menata nash dengan pendekatan realisme metaphisik setidaknya dapat dipilih dengan dua model logika, yaitu logika dedukti probabilistik atau logika reflektif probabilistik. Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama Edisi III, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1996, M. Zainal Abidin, hlm. 126 Fazlur Rahman, Islam and Modernity, The University Chicago Press, Chicago, Hlm. 208. Dalam Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Pendekatan Tematik, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 87 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Dinar Dewi Kania, Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu dalam Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam,Gema Insani, Jakarta, 2013. Hlm. 91 Baca Ziauddin Sardar – Dimensi Ilmiah al-ilm dalam Agung Prihantoro dan Fuad Arif F., 2000, Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim Judul Asli Ziauddin Sardar Ed, Ilm and the Revival of Knowledge, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hlm. 25 10 Rasulullah saw., 2 akal dan kalbu, dan 3 indera. Sedangkan memperoleh ilmu dalam Islam terkait erat dengan peran jiwa manusia dan diperoleh melalui beberapa sumber, yaitu persepsi indra, akal sehat ta’aqqul, dan intuisi serta berita yang benar khabar sadiq. Dalam epsitimologi Islam, wahyu Allah SWT., yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber ilmu tertinggi sehingga nilai ilmiah scientific value dari wahyu harus diletakkan pada tempat yang mestinya dan tidak boleh diceraikan dari sains atau Kesimpulan Dapat disimpulkan bahwa nilai agama merupakan keharusan, dapat berupa suatu ide yang memberikan pedoman atau ukuran bagi manusia dalam hubungannya dengan Allah SWT, sesama manusia dan alam semesta. Dalam berfikir diperlukan metode serta pijakan yang benar, karena hakikat sebuah ilmu adalah mencari kebenaran. Jika pijakannya salah maka kebenaran tersebut hanya akan bersifat subjektif tidak objektif. Dalam hal ini agama dipersepsikan sebagai nilai penuntun dalam berfikir menuju kebenaran. Baik itu dengan metode integralistik, maupun dengan metode-metode lainnya. 11 DAFTAR PUSTAKA Abdul Munir Mulkan, 1993, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta, Sipress. Agung Prihantoro dan Fuad Arif F., 2000, Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim Judul Asli Ziauddin Sardar Ed, Ilm and the Revival of Knowledge, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Ahmad Tafsir, 2000, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Tahles Sampai Capra Pengantar kepada Filsafat untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi, Remaja Rosda Karya, Bandung. Ahmad Tafsir, 2009, Filasafat Ilmu, Remaja Rosdakarya, Bandung. Ali Audah, 1997, Konkordansi Quran, Mizan, Bandung. Dinar Dewi Kania, 2013, Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu dalam Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam, Gema Insani, Jakarta. Ihsan Fuad, 2010, Filsafat Ilmu, Jakarta, Rineka Cipta. Jujun S. Suriasumantri, 2003, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Kaelan, 1987, Pancasila Yuridis Kenegaraan, Liberty, Yogyakarta. Kuntowijoyo, 2005, Islam Sebagai Ilmu Epistemologi, Metodologi, & Etika, Teraju, Jakarta. M. Zainal Abidin, 2014, Filsafat Ilmu-Ilmu Keislaman Integralistik Studi Pemikiran Kuntowijoyo, Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin Vol. 13, No. 2, Juli 2014, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, IAIN Antasari Banjarmasin. Noeng Muhadjir, 2001, Filsafat Ilmu, Rake Sarasin, Yogyakarta. Noeng Muhadjir, 1996, MetodologiPenelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama Edisi III, Rake Sarasin, Yogyakarta. Nurul Zuriah, 2008, Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Jakarta, PT Bumi Aksara. Slamet Ibrahim, 2008, Materi Pengetahuan Dasar Tentang Filsafat Ilmu dan Pengetahuan, ITB, Bandung. 12 Slamet Ibrahim, tt, Pengetahuan Dasar Tentang Filsafat Ilmu dan Pengetahuan, Institut Teknik Bandung, Bandung. Soedewo 2007, Islam dan Ilmu Pengetahuan, Darul Kutubil Islamiyah, Jakarta. Zaprulkhan, 2012, Filsafat Ilmu Sebuah Pendekatan Tematik, Raja Grafindo Persada, Jakarta. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this MuhadjirMetodologi Penelitian KualitatifNoeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama Edisi III, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1996, Pendekatan Tematik, Raja Grafindo PersadaDalam ZaprulkhanFilsafat IlmuDalam Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Pendekatan Tematik, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 87 30 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Dinar DewiDinar Dewi Kania, Objek Ilmu dan Sumber-Sumber Ilmu dalam Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam,Gema Insani, Jakarta, 2013. Hlm. 91Abdul Munir MulkanAbdul Munir Mulkan, 1993, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta, and the Revival of Knowledge, Pustaka PelajarAgung Prihantoro Dan Fuad ArifAgung Prihantoro dan Fuad Arif F., 2000, Merombak Pola Pikir Intelektual Muslim Judul Asli Ziauddin Sardar Ed, Ilm and the Revival of Knowledge, Pustaka Pelajar, Umum Akal dan Hati Sejak Tahles Sampai Capra Pengantar kepada Filsafat untuk Mahasiswa Perguruan TinggiAhmad TafsirAhmad Tafsir, 2000, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Tahles Sampai Capra Pengantar kepada Filsafat untuk Mahasiswa Perguruan Tinggi, Remaja Rosda Karya, FuadIhsan Fuad, 2010, Filsafat Ilmu, Jakarta, Rineka 1987, Pancasila Yuridis Kenegaraan, Liberty, AbidinM. Zainal Abidin, 2014, Filsafat Ilmu-Ilmu Keislaman Integralistik Studi Pemikiran Kuntowijoyo, Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin Vol. 13, No. 2, Juli 2014, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, IAIN Antasari Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif PerubahanNurul Zuriah, 2008, Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Jakarta, PT Bumi Aksara.

Sebaiknyagunakanlah kalimat hanya allah yang tahu (wallahualam), karena kebenaran hanyalah milik Allah SWT sang pemilik langit dan bumi. Jadi siapapun yang mendengar penjelasan sahabat muslim, akan memaknai bahwa jika ingin mengetahui kebenaran yang sempurna bukanlah mencari tahu kepada sesama makhluk. Tapi langsung kepada Allah SWT melalui .
  • 4q30qn9f64.pages.dev/340
  • 4q30qn9f64.pages.dev/105
  • 4q30qn9f64.pages.dev/286
  • 4q30qn9f64.pages.dev/365
  • 4q30qn9f64.pages.dev/225
  • 4q30qn9f64.pages.dev/428
  • 4q30qn9f64.pages.dev/426
  • 4q30qn9f64.pages.dev/409
  • kebenaran hakiki hanya milik allah